“PERMASALAHAN PADA PESERTA DIDIK
(SD, SMP, SMA)”
DISUSUN OLEH:
NAMA : EMA HARDIANA
STAMBUK : A 501 15 080
KELAS : A
SEMESTER : II (DUA)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN
KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Harapan saya semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Palu, 10 Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
………………………………………………………… i
Kata Pengantar
………………………………………….………............. ii
Daftar Isi ………………………………………………………………... iii
PEMBAHASAN
…………...…………………………………............... 1
A.
Pengertian Perkembangan …………………………………... 1
B.
Pengertian Peserta Didik …...................………...…………...... 1
C.
Definisi Anak Bermasalah ......................................................... 2
D.
Permasalahan Pada Peserta Didik di SD .................................... 2
E.
Permasalahan Pada Peserta Didik di SMP .................................. 5
F. Permasalahan Pada Peserta Didik di
SMA .................................. 8
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................. 11
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perkembangan
Menurut
Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang
terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana
terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan
mengakibatkan perubahan fungsi.
Menurut
Scnneirla (1957), perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam
organisasi organisme, dan organisme ini dilihat sebagai sistem fungsional dan
adaptif sepanjang hidupnya.
Perkembangan
menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan
tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi
perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat
diulangi. Perkembangan menunjukkan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah
yang bersifat tetap dan maju.
B.
Pengertian
Peserta Didik
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam
proses pendidikan formal. Tidak ada peserta didik, tidak ada guru. Peserta
didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa
peserta didik. Karenanya, kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam
proses pendidikan formal atau pendidikan yang dilembagakan dan menuntut
interaksi antara pendidik dan peserta didik.
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), peserta didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan,
baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal, pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik juga dapat didefinsikan sebagai
orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu
dikembangkan. Potensi dimaksud umumnya terdiri dari tiga kategori, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor.
C.
Definisi
Anak Bermasalah
Seorang
siswa dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan
gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim dilakukan oleh anak-anak
pada umumnya.
Penyimpangan
perilaku ada yang sederhana, ada juga yang ekstrim. Penyimpangan perilaku yang
sederhana semisal: mengantuk, suka menyendiri, kadang terlambat datang ke
sekolah. Sedangkan yang ekstrim ialah semisal membolos, memeras teman-temannya,
ataupun tidak sopan kepada orang lain.
D.
Permasalahan Pada
Peserta Didik di Sekolah Dasar
Sekolah dasar (SD) adalah
jenjang pendidikan yang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.
Pendidikan di sekolah dasar merupakan lembaga yang dikelola dan diatur oleh
pemerintah, khususnya di bidang pendidikan. Sekolah dasar ini ditempuh dalam
waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar pada
umumnya berusia 7-12 tahun. Siswa
sekolah dasar umumnya menggunakan baju putih merah. Sekolah Dasar (SD) sebagai
bagian dari pendidikan dasar merupakan tempat dimana siswa untuk pertama
kalinya belajar untuk membaca, menulis dan berhitung.
Karena sekolah dasar merupakan jenjang
pendidikan formal yang paling dasar bagi anak-anak berusia 7-12 tahun, maka tidak
diragukan lagi, pastinya ada-ada saja permasalahan yang dihadapi pada peserta
didik di sekolah dasar. Contoh permasalahan tersebut seperti kesulitan belajar
atau ketidakmampuan belajar pada anak sekolah dasar. Perbedaan individu dapat menyebabkan
perbedaan tingkah laku di kalangan anak didik. Siswa yang tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Menurut
Djamarah (2002) bahwa gangguan yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan
belajar dapat berupa sindrom psikologis yang dapat berupa ketidakmampuan
belajar (learning disability).
Menurut Santrock (2007) anak dengan learning
disability merupakan salah satu bentuk ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) seperti:
a. Kesulitan
membaca (disleksia)
Disleksia merupakan
gangguan kognitif yang
berupa ketidakmampuan membaca pada anak, anak kesulitan untuk mengenal
huruf-huruf yang hampir sama, di mata anak tulisan merupakan
coretan yang sulit untuk dibaca. Martini Jamaris, (2014: 139) mendefinisikan dyslexia
sebagai kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang sangat tidak
memuaskan. Anak dengan gangguan ini dimungkinkan mempunyai IQ
yang baik, dan kemampuan lain juga baik, namun dalam hal membaca akan
mengalami kesulitan. Nini Subini, (2012: 54) memberikan pendapat bahwa dyslexia
merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang terjadi
sepanjang rentang hidup. Dyslexia dianggap suatu efek yang disebabkan
karena gangguan dalam asosiasi daya ingat (memori) dan pemrosesan sentral yang
disebut kesulitan membaca primer. Pada anak sekolah dasar, sebagian dari
anak-anak sekolah dasar masih mengalami kesulitan membaca (disleksia) pada
tataran kelas 4 dan kelas 5.
b. Kesulitan
menulis (disgraphia)
Disgraphia yaitu kesulitan dalam
menulis. Ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit
untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktivitas motoriknya, dan juga
adanya hambatan pada ideo motorik, sehingga sering salah atau tidak sesuai apa
yang dikatakan dengan yang ditulis.
c. Kesulitan
menghitung (diskalkulia)
Diskalkulia adalah kesulitan dalam
menghitung dan matematika. Hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada
memori dan logika. Menghitung berarti berhubungan dengan mata pelajaran
matematika. Selama ini terbentuk kesan
umum bahwa matematika merupakan bidang studi yang sulit dan menakutkan
(Heruman, 2009). Akibat dari ketidaksukaan murid pada mata pelajaran matematika
atau berhitung akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa sehingga tidak
memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Menurut Mulyadi (2010) kondisi ini
merupakan salah satu indikasi gejala kesulitan belajar yang ditunjukkan dengan
rendahnya hasil belajar siswa. Meskipun
demikian, semua orang harus mempelajari matematika karena merupakan suatu
sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
E.
Permasalahan
Pada Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama
Sekolah menengah pertama (SMP) merupakan
sekolah lanjutan dari sekolah dasar (SD). Bagi peserta didik yang telah tamat
dari sekolah dasar (SD) perlu melanjutkan pendidikannya ke bangku SMP. Sekolah
menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas
9. Pelajar pada sekolah menengah pertama pada umumnya berusia 13-15 tahun. Sekolah
menengah pertama negeri di Indonesia umumnya menggunakan seragam putih biru.
Seperti halnya peserta didik pada
sekolah dasar, tentunya ada juga permasalahan yang dihadapi pada peserta didik
di sekolah menengah pertama, apalagi pada rentangan usia ini, peserta didik
baru memasuki masa remaja dan baru meninggalkan masa kanak-kanak atau biasa
disebut dengan masa transisi. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat
menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku
menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi
perilaku yang mengganggu.
Penyimpangan
yang biasa dilakukan oleh siswa sekolah menengah pertama, seperti membolos, menggunakan
narkoba, mabuk-mabukan, merokok, melanggar rambu-rambu lalu lintas, bahkan ada
yang sudah berani kabur dari rumah. Selain penyimpangan perilaku, peserta didik
usia SMP juga sering mengalami masalah emosi, serta motivasi yang rendah untuk
belajar. Berikut akan dipaparkan secara jelas, yaitu:
a. Perilaku
menyimpang
Beberapa teori perilaku
menyimpang diantaranya adalah Teori Fungsi Katz, Teori Sosialisasi, Teori
Budaya Anak muda (Youth Culture) dan Teori Kontrol. Teori Fungsi
Katz,beranggapan bahwa perubahan tingkah laku individu itu tergantung dari
kebutuhan. Menurut Katz dalam (Azwar, 2010: 10) perilaku dilatarbelakangi oleh
kebutuhan individu yang bersangkutan. Sedangakan teori sosialiasi menyebutkan
bahwa penyimpangan perilaku adalah hasil dari proses belajar. Edin H.
Sutherland (dalam Narwoko dan Susanto Ed, 2009: 112) penyimpangan adalah
konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap atau tindakan yang
dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultur atau di antara
teman-teman sebaya yang menyimpang.
b. Masalah
emosi
Usia siswa sekolah menengah pertama
(SMP) termasuk dalam usia remaja yang rentan dengan gangguan emosi karena pada
masa ini kondisi emosi siswa masih labil dan dipandang sebagai masa transisi
dari masa anak-anak menuju masa remaja, ditandai dengan perubahan fisik yang
begitu cepat disertai perubahan psikologis dan sosial. Fase perubahan yang
terjadi pada remaja seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan
dirinya sendiri maupun konflik dengan lingkungan sekitarnya. Apabila konflik
tersebut tidak dapat diatasi dengan baik maka dalam perkembangannya dapat
membawa dampak negatif (Amett, 1994).
Emosi merupakan faktor psikologis yang
memengaruhi perilaku individu. Menurut Tyson, Linnenbrink, dan Hill, (2009)
emosi dapat muncul ketika siswa berada dalam lingkungan akademisi seperti saat
ujian, melakukan tugas yang melebihi batas kemampuan siswa, kegiatan belajar
yang membosankan karena guru kurang memiliki keterampilan dalam mengajar,
mendapat komentar dari guru, atau umpan balik yang membuat siswa tidak merasa
nyaman.
Remaja yang tidak mampu mengelola
emosinya dengan baik rentan terhadap gejala depresi, stres, cemas dan gangguan
psikis lainnya terutama pada wanita (Larsen, Raffaelli, Richards, Ham,
&Jewel, 1990).
c.
Low
motivation
Orangtua
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi anak dalam belajar.
Pengawasan dan arahan dari orangtua akan berpengaruh terhadap motivasi anak
dalam mengikuti kegiatan belajar baik di rumah maupun di sekolah. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan Alex
Sobur (1986:66) bahwa tugas yang paling penting bagi orangtua ialah menjaga
supaya semangat belajar anak-anaknya tidak luntur dan rusak, maka diperlukan
dorongan dan dukungan moral dan suasana yang menguntungkan bagi kelancaran
belajar anak di rumah.
Tetapi, sekarang
ini justru tak sedikit siswa SMP yang kurang memiliki motivasi belajar. Sebagian
siswa lebih suka melalaikan waktunya dalam mengerjakan tugas itupun tidak
dengan sungguh-sungguh. Siswa lebih cenderung menunggu tugas temannya yang
sudah selesai, dan mencontoh tugas temannya itu. Setelah mendapat teguran dari
guru barulah siswa mengerjakan tugas yang diberikan. Selain itu, sebahagian
siswa sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru
dengan berbagai alasan, sehingga tugas-tugas siswa itu sering tidak masuk dan
mengakibatkan nilai-nilai siswa menjadi rendah.
Low motivation, yaitu kondisi yang tidak atau kurang memiliki energi dan dorongan dalam
melakukan kegiatan belajar sehingga nilai dan prestasinya pun buruk. Rata-rata
siswa yang kurang memiliki keinginan untuk belajar merasa pada saat mereka di
rumah, mereka jarang meluangkan waktunya untuk belajar dan orangtua tidak
selalu menanyakan kegiatan-kegiatan mereka di sekolah, terkadang orangtua
menanyakan kegiatan-kegiatan mereka di sekolah namun terkadang tidak. Menurut mereka
itu mungkin disebabkan karena orangtuanya sudah letih setelah bekerja seharian
sehingga tidak sempat bertanya mengenai kegiatan mereka di sekolah.
F.
Permasalahan Pada
Peserta Didik di Sekolah Menengah Atas
Bagi
warga negara Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikannya di jenjang
pendidikan sekolah menegah pertama (SMP) atau sederajat dengan batas usia 16-18
tahun wajib untuk mengikuti pendidikan sekolah menengah atas (SMA) atau yang
sederajat sampai tamat. Seragam sekolah menengah pertama pada umumnya mengenakan
seragam putih abu-abu.
Sama
halnya seperti pada siswa SD dan SMP, siswa SMA pun pasti memiliki berbagai
permasalahan yang justru lebih berat lagi dari jenjang-jenjang sebelumnya.
Berbagai permasalahan pada siswa SMA akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Perilaku
bullying
Perilaku bullying kurang begitu
diperhatikan, karena dianggap tidak memiliki pengaruh yang besar pada siswa.
Penelitian Sejiwa (2007) menyebutkan bahwa sebagian kecil guru (27,5%)
menganggap bullying merupakan perilaku normal dan sebagian besar guru (73%)
menganggap bullying sebagai perilaku yang membahayakn siswa. Hal tersebut tidak
bisa dianggap normal karena siswa tidak dapat belajar apabila siswa berada
dalam keadaan tertekan, terancam dan ada yang menindasnya setiap hari (Netto,
2007). Menurut Edwards (2006) perilaku bullying paling sering terjadi pada
masa-masa sekolah menengah atas (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja
memiliki egosentrisme yang tinggi.
Herbert (Lee, 2004) mendefinisikan bullying
sebagai suatu hal yang mengerikan dan kejam yang dilakukan oleh seseorang
kepada anak atau sekelompok anak. Bullying dapat terjadi sekali atau
berulang-ulang. Korban bullying akan merasakan malu, sakit atau terhina
dan terancam. Adapun pelaku bullying mungkin saja tidak menyadarinya.
Adapun Hazler (Carney & Merrel, 2001) mendefinisikan bullying sebagai
sebuah perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang untuk menyakiti orang
lain. Perilaku ini dapat dilakukan dengan menyerang secara fisik atau verbal
dan mengucilkan korban.
b. Kenakalan
remaja (perkelahian)
Menurut
Jensen (dalam Sarwono, 2002), perkelahian merupakan salah satu bentuk dari
kenakalan remaja (juvenile deliquency), tepatnya kenakalan yang menimbulkan
korban fisik pada orang lain. Sarwono (2002) mendefinisikan kenakalan remaja
sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan
oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh
orang dewasa maka akan mendapat sanksi hukum.
c. Prokrastinasi
Menurut Solomon
& Rothblum, 1984 (dalam Ghufron, 2004), prokrastinasi yaitu suatu kecenderungan untuk menunda-nunda dalam
memulai menyelesaikan tugas secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain
yang tidak berguna sehingga kinerja menjadi terhambat.
Menurut Ferrari,
1995 (dalam Hayyinah, 2004) dengan melakukan penundaan banyak waktu yang
terbuang dengan sia-sia. Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila
diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Penundaan juga bisa mengakibatkan
seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang. Prokrastinasi akademik
adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan
dengan bidang akademik misalnya tugas sekolah atau tugas kursus.
Siswa yang
memiliki sifat menunda-nunda, jika menghadapi tugas apapun, mungkin cenderung
untuk menunda-nunda, begitu juga dengan siswa yang tidak mempunyai kedisiplinan
sebagai pelajar, mungkin memiliki sifat kurang disiplin, Tugas pekerjaan rumah
(PR), tidak dikerjakan di rumah melainkan di sekolah. Begitu juga dengan siswa
yang mengulur-ulurkan waktunya untuk mengerjakan tugas, mungkin memiliki sifat
cemas, jika menghadapi tugas apapun, mungkin cenderung cemas. Sifat-sifat yang
dimiliki para siswa tersebut mencerminkan tipe kepribadiannya masing-masing.
Tiap individu kemungkinan memiliki tipe kepribadian yang berbeda-beda pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Drs. H. Abu. dan Drs. Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Danim, Prof. Dr. Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
Alfabeta.
Darjiani, Yuni. 2015. Analisis
Kesulitan-Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas V dalam Implementasi
Kurikulum 2013 di SD Piloting Se-Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2014/2015.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 3, No. 1. 10 Juni 2016.
Febriany, Rani, dan Yusri. 2013. Hubungan Perhatian Orang Tua dengan Motivasi Belajar Siswa dalam
Mengerjakan Tugas-Tugas Sekolah. Jurnal Ilmiah Konseling. Volume 2, No. 1. 12
Juni 2016.
Kawuryan, Fajar, dan Trubus Raharjo. 2012. Pengaruh Stimulasi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pada
Anak Disleksia. Jurnal Psikologi Pitutur. Volume 1, No. 1. 10 Juni 2016.
Lestari, Diah Putri. 2011. Deskripsi
Kesulitan Belajar Pada Operasi Penjumlahan dengan Teknik Menyimpan Siswa Kelas
I SDN 3 Panjer Kecamatan Kebumen Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal FKIP UNS.
10 Juni 2016.
Mustaqim, dan Drs. Abdul Wahib. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Novitasari, Anggun. 2014. Teori dan Metode Pengajaran Pada Anak
Dyslexia. 10 Juni 2016.
Safaat, Yogo Dwi Panti. 2013. Hubungan Antara Pelaksanaan Layanan Informasi Bidang Sosial Dengan
Kecenderungan Penyimpangan Perilaku Remaja Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1
Kaliori Tahun Ajaran 2012/2013. Indonesian Journal of Guidance and
Counseling. Volume 2, No. 1. 11 Juni 2016.
Suparno. 2006. Model
Layanan Pendidikan Untuk Anak Berkesulitan Belajar. Jurnal Pendidikan
Khusus. Volume 2, No. 2. 10 Juni 2016.
Usman, Irvan. 2009. Perilaku
Bullying Ditinjau dari Peran Kelompok Teman Sebaya dan Iklim Sekolah Pada Siswa
SMA di Gorontalo. 12 Juni 2016.
Utaminingsih, Sartika. 2012. Tipe
Kepribadian dan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa SMA Kelas X Tangerang. Jurnal
Psikologi. Volume 10, No. 1. 11 Juni 2016.
Wuryati. 2012. Fenomena
Perilaku Menyimpang Remaja di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Volume
1, No. 2. 11 Juni 2016.
(diakses tanggal 12 Juni 2016,
pukul 11.45)