BAB I
HAKEKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN
A. Hakekat Pendidikan
Sebuah teori yang terbentuk dimaksud
sebagai sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu juga yang menerangkan dan
memberi prediksi. Menurut Mudyharjo (2001) ia menjelaskan bahwa sebuah teori
yang berisi konsep-konsep, memiliki fungsi sebagai berikut: (1) sebuah asumsi
atau konsep-konsep yang dijadikan sebagai dasar dan titik tolak dalam pemikiran
sebuah teori; kemudian (2) sebagai definisi konotatif atau definisi denotatif
yang berarti bahwa konsep-konsep digunakan untuk menyatakan sebuah makna dari
beberapa istilah yang digunakan dalam menyusun sebuah teori. Sebuah teori
pendidikan merupakan sebuah kumpulan sistem dari konsep-konsep yang
berbeda-beda tapi menyatu atau terpadu, yanng berfungsi menerangkan dan
memprediksi suatu peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan pendidikan.
Jadi teori pendidikan tersebut memiliki
peran sebuah titik tolak bagi pemikiran yang berkaitan dengan pendidikan dan
juga berperan untuk menerangkan dan memprediksi sebuah makna dari konsep-konsep
yang berkaitan dengan pendidikan.
Gambaran dari suatu proses pendidikan
jika dilihat dari teori pendidikan menurut fakta yang ada bahwa suatu proses
pendidikan dilaksanakan melalui suatu kegiatan atau aktifitas dari sekelompok
orang yang mengajar dan menerangkan sebuah konsep-konsep terhadap sekelompok
orang-orang muda dan secara perspektif memberi pentunjuk bahwa pendidikan
merupakan sebuah wadah yang digunakan untuk menampung tujuan-tujuan baik yang
sebagai usaha pembangunan masa depan yang baik bagi para peserta didik namun
tetap tidak terlepas dari kontrol para pihak pengajar. Pemahaman dari konsep
pendidikan tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan memiliki sasaran utama
yaitu manusia, yang mengadung banyak aspek-aspek yang bersifat kompleks.
Ada beberapa sudut pandang yang dapat
digunakan untuk memahami suatu proses pendidikan, salah satunya melalui sudut
pandang keilmuwan seperti antaralain:
1.
Sosiologi
yaitu memandang proses pendidikan melalui aspek sosial, yang memberi arti bahwa
pendidikan merupakan usaha pewarisan dari generasi kegenerasi dari waktu
kewaktu.
2.
Antrophologik
yaitu memandang proses pendidikan sebagai enkulturasi yaitu proses pemindahan
budaya dari generasi kegenerasi.
3.
Psikologik
yaitu memandang proses pendidikan dari aspek perilaku individu, yaitu
mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal.
4.
Ekonomi
yaitu memandang proses pendidikan sebagai usaha penamaman modal insani (human capital) yang dapat meningakatkan
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
5.
Politik
yaitu memandang proses pendidikan sebagai proses menjadi warga negara yang
diharapkan (civilisasi) sebagai usaha
pembinaan kader bangsa yang tangguh.
Pengetahuan tentang sebuah makna dan
bagaimanan semestinya proses pendidikan itu dilaksanakan merupakan pengertian
dari teori pendidikan, sedangkan praktek pendidikan merupakan proses yang
berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan secara nyata. Bagi mereka yang bergelut
di dunia pendidikan harus menguasai kedua hal diatas. Sebuah pengajaran dalam
proses pendidikan secara nyata akan mampu mencapai sasaran apabila didasari
oleh teori-teori tertentu. Juga perlu diketahui bahwa pengajaran tersebut pada
hakekatnya merupakan sebuah proses komunikasi, maka perlu dikuasai teori
komunikasi yang tepat. Seorang yang berprofesi sebagai guru seringkali dalam
melakukan proses pengajaran selalu mencari cara yang tepat agar apa yang dia
sampaikan dapat dipahami dan dapat menambah kepustakaan bagi para peserta
didik.
Ada beberapa pendapat yang dijelaskan
oleh para ahli mengenai teori pendidikan salah satunya oleh O’Connor, ia
berpendapat bahwa suatu teori pendidikan perlu memiliki sebuah syarat-syarat
tertentu, seperti berfikir logis yang berarti berfikir secara lurus dan benar
dengan asumsi-asumsi yang mendasar, berfikir secara deskriptif yang berarti
memaparkan secara jelas dan memberi penerangan mengenai suatu proses.
Penyusunan dari teori pendidikan dijadikan sebagai latar belakang yang
sebenarnya dan dijadikan sebagai pemikiran yang logis dari praktek pendidikan
yang bersifat berstruktur.
Istilah berstruktur memberi makna
bahwa pendidikan memiliki tujuan yang hakekatnya untuk mencapai kesejateraan
yang baik bagi para peserta didik. Jadi hakikat teori pendidikan yang
dihasilkan bersifat menyeluruh dan dapat membantu proses pendidikan dimana pun,
dan tidak berhubungan dengan proses pendidikan dalam konteks tradisional,
tetapi di susun untuk proses pendidikan dalam konteks tradisional. Jadi, proses
pendidikan dapat diartikan sebagai proses usaha perubahan tingkalaku dari
peserta didik kearah yang lebih baik dan mandiri sebagai anggota masayarakat
dimana dia berada, melalui kegiatan pembimbingan dan hal-hal lain yang bersifat
mengajar secara formal maupun nonformal diluar sekolah.
B. Hakekat Manusia
Manusia merupakan satu jenis makhluk
hidup yang berhimpun dan memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jenis makhluk
hidup lainnya. Tetapi jika dilihat dari segi biologisnya antara hewan dan
manusia tidak dapat dibedakan, yang membedakannya adalah sifat-sifat yang
terdapat dalam kehidupan rohaninya, yang berarti manusia mempunyai potensi akal
budi.
Melalui potensi ini manusia dapat
memahami hal-hal yang tidak nyata tapi dapat membuat tidak nyata suatu hal-hal
yang tidak nyata dengan kemampuan akal budinya tersebut sehingga terdapat
perbedaan antara manusia dan hewan. Karena memiliki akal tersebut, manusia
menciptakan hal-hal yang bermoral sebagai aturan hidup yang sering disebut
sebagai norma yang menjadi pembimbing dalam melakukan aktifitas dilingkungan
masyarakat. Manusia juga mampu menciptakan kebudayaan dan peradaban, dan mampu
mengubah hasil alam menjadi benda-benda yang bernilai budaya tinggi.
Kehidupan dari manusia selalu
berubah, sangat bergantung pada pengharapan, tujuan hidup, kebahagiaan hidup,
penderitaan yang manusia alami dalam kehidupan bermasyarakat. Kini posisi
manusia berada pada abad modern atau cybernitica,
yaitu abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimana, manusia berlomba-lomba
menggunakan akal pikiran mereka yang telah mereka asa melalui proses
pendidikan, untuk menghasilkan suatu penemuan serta teknologi canggih yang baru
serta lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia.
C. Hakekat Manusia dan Pendidikan
Sasaran utama dari pendidikan adalah
manusia, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada didalam
diri peserta didik. Namun, mungkin pendidikan dalam arti yang sempit telah
berlangsung sejak lama bagi kehidupan manusia, seperti antaralain mengajarkan
bagaimana menghadapi hidup, berjuang menghadapi serangan dan lain sebagainya.
Atas dasar tersebut memberi gambaran bahwa pendidikan dimulai sejak manusia itu
ada.
Dengan adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka apakah sistem pendidikan, teori pendidikan,
peralatan pendidikan, filsafat pendidikan, dan sebagainya telah dapat menjawab
tantangan zaman dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini.
Melalui hubungan diatas memperjelas
bahwa dalam teori pendidikan yang menjadi pertimbangan penting adalah mengenai
pengertian dasar tentang manusia matearilis-spritual yaitu terbentuknya suatu
individu, historisitas yaitu merupakan pertumbuhan dan perkembangan individu
secara berkelanjutan dengan memperhatikan latar belakang keadaan sekarang dan
masa yang akan datang, proses sosial, etis yaitu terbentuknya keterkaitan
struktur kejiwaan individu dan tata pergaulan dengan nilai-nilai kesusilaan agar
dapat dicapai ketentraman, ketenangan, dan religius yaitu manusia berhadapan
dan berhubungan dengan penciptanya yaitu Tuhan.
Oleh karena itu tugas para pendidik
dapat dilakukan secara konkrit dan tepat sasaran apabila pendidik memiliki
pandangan yang jelas tentang hakekat manusia. Pandangan ini yang akan membentuk
pola karakteristik manusia, pola ini dapat menjadi landasan dan pedoman bagi
pendidik dalam menyusun strategi dalam proses melaksanakan interaksi
pendidikan.
Pandangan yang jelas dan benar
tentang hakekat manusia sangat diperlukan oleh pendidik agar pengembangan
kajian tentang pendidikan dapat dilakukan secara tepat.
BAB II
LANDASAN DAN ASAS
PENDIDIKAN
A. Pengertian Landasan dan Asas
Pendidikan.
Dasar atau
landasan pendidikan adalah landasan berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai
wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu universal,
namun bagi suatu masyarakat, pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan
filsafat dan atau pandangan hidup serta berlangsung dalam latar belakang sosial
budaya masyarakat tersebut.
Asas
pendidikan adalah prinsip atau kebenaran yang menjadi tumpuan berfikir, baik
pada perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Asas pendidikan ini akan
memberi corak khusus pada penyelenggaraan pendidikan, sehingga akan memberi
corak pada hasil pendidikan bagi suatu masyarakat. Asas pendidikan dapat
dikatakan juga sebagai ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau pegangan
dalam melaksanakan pendidikan agar tujuannya tercapai dengan benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
B. Macam-macam Landasan Pendidikan
1.
Landasan Filosofis
Landasan
filosofis berkaitan dengan kajian mengenai makna terdalam atau hakikat
pendidikan. Filsafat sebagai kajian khusus formal seperti logika, epistemologi,
etika, estetika, theologi, metafisika, filsafat ilmu, filsafat pendidikan, dan
lain-lain, dipakai sebagai landasan bagi pendidikan dan sangat besar
pengaruhnya bagi pendidikan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip dan
kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut diterapkan dalam pendidikan.
Misalnya, keberadan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, hakekat
masyarakat dengan kebudayaannya, keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup
yang selalu menghadapi tantangan.
2.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Kegiatan pendidikan itu merupakan
suatu proses interaksi antar pendidik dengan peserta didik, antara generasi
satu dengan generasi yang lainnya. Kajian sosiologi pendidikan sangat esensial,
karena merupakan sarana untuk memahami system pendidikan dengan keseluruhan
hidup masyarakat. Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang memiliki
ciri-ciri antara lain:
a)
Ada
interaksi di antara para warganya.
b)
Pola
tingkah laku para warganya diatur dengan institusi tertentu
c)
Ada
rasa identitas yang kuat mengikat para warga.
3.
Landasan Kultural
Kebudayaan adalah
keseluruhan hasil cipta rasa dan karya manusia. Jelasnya, setiap manusia
sebagai anggota masyarakat, pasti memiliki budaya. kepercayaan, kesenian,
moral, norma dari cara, kebiasaan, tata kelakuan sampai, adat istiadat dan
hukum serta berbagai kemampuan manusia berupa teknologi, semuanya merupakan
kebudayaan. Budaya dalam masyarakat ini juga menjadi landasan bagi pendidikan.
4.
Landasan Historis
Kehidupan manusia
mempunyai sejarah yang panjang sehingga manusia tidak mampu melacak titik awal
kapan mulainya kehidupan ini. Sejak manusia hidup, sata itu pula pendidikan
ada, dari yang paling sederhana sampai pada pendidikan yang sangat kompleks
seperti sekarang ini. Keadaan dan pemikiran tentang pendidikan sejak zaman kuno
seperti Mesir, India, Yunani, dan Romawi pada saat itu, pendidikan pada zaman
pertengahan dan renaissance, pendidikan abad 17, 18, 19, dan abad 20 merupakan
pemikiran-pemikiran yang penting sampai saat ini. Di Indonesia, pendidikan
sejak zaman purba, zaman Hindu Budha, mulainya pengaruh Islam, masa penjajahan
Belanda, Jepang dan usaha-usaha ke arah pendidikan nasional hingga sekarang,
merupakan bahan pemikiran atau kajian yang sangat penting bagi pendidikan kita
saat ini dan esok. Semuanya ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak dapat lepas
dari landasan historis. Jelasnya pendidikan memiliki perspektif kesejarahan.
5.
Landasan Psikologis
Kegiatan pendidikan
melibatkan aspek kejiwaan manusia. Karena itu landasan pendidikan psikologi
merupakan salah satu landasan pendidikan yang penting. Pada umumnya pendidikan
berkaitan dengan pemahaman dan penghayatan akan perkembangan manusia, khususnya
dalam proses belajar mengajar. Jadi pemahaman peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Beberapa contoh
aspek kejiwaan tersebut adalah perbedaan individual karena perbedaan aspek
kejiwaan, misalnya bakat, minat kecerdasan dan lain-lain, kebututhan dasar yang
bermacam-macam pada manusia dan perkembangan peserta didik termasuk
perkembangan kepribadian peserta didik, perkembangan kognitif, perkembangan
moral, intelligensi, teori belajar, semuanya mendasarkan pada teori-teori yang
ada di psikologi.
6.
Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan
dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai hubungan yang sangat erat.
IPTEK merupakan salah satu materi pengajaran sebagai bagian dan pendidikan.
Jadi, peran pendidikan dalam pewarisan dan pengembangan IPTEK sangat penting.
Di satu sisi perkembangan IPTEK akan segera diakomodasi oleh pendidikan, di
sisi lain pendidikan sangat dipengauhi oleh perkembangan IPTEK, sehingga
tersedia berbagai informasi yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dijadikan
progam, alat dan cara kerja teknologi pendidikan. Memperhatikan kaitan yang
sangat erat antar pendidikan dengan IPTEK ini, maka IPTEK merupakan salah satu
landasan pendidikan yang penting.
7.
Landasan Politik
Politik sebagai cita-cita
yang harus diperjuangkan melalui pendidikan, dimaksudkan agar tujuan dan
citi-cita suatu bangsa dapat tercapai. Caranya dilakukan dengan menanamkan
pengertian akan peranan kekuasaan, hak dan kewajiban, ideologi serta berbagai
aturan yang harus ditaati oleh setiap
warga negara di tiap-tiap negara yang bersangkutan, supaya negaranya lestari.
Penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban, nilai-nilai demokrasi merupakan
tanda bahwa di dalam pendidikan menggunakan landasan politik. Demikian juga
kalau dalam pendidikan ada materi pendidikan kewarganegaraan, maka pertanda
juga bahwa di dalam pendidikan itu ada landasan politiknya.
8.
Landasan Ekonomi
Makna pembangunan di
lihat dari ekonomi itu adalah adanya pertumbuhan ekonomi, industriliasi,
modernisasi, pertumbuhan dan perubahan teknologi, institusi dan nilai, serta
adanya penurunan kemiskinan. Memang tidak sembarang pendidikan akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ini tergantung dari pendidikan apa dan mutu
pendidikan yang seperti apa. Peran pendidikan untuk menumbuhkan perekonomian
akan signifikan jika diikuti dengan penggunaan teknologi yang memedahi. Peran
pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan tidak dapat dipisahkan dari peran
kapital (modal), teknologi, informasi, mobilisasi, dan tabungan individual.
9.
Landasan Yuridis
Oleh karena pendidikan
melekat pada masyarakat tertentu, lalu masyarakat itu menginginkan pendidikan
yang sesuai dengan latar belakang masyarakat tersebut. Supaya pendidikan tidak
melenceng dari keinginan masyarakat itu, maka perlu diatur dalam regulasi yang
berlaku di masyarakat atau bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan yang
dipakai dituangkan dalam UUD 1945 yang berlaku bagi masyarakat atau bangsa
Indonesia. Demikian halnya di negara-negara lain, tidak mustahil jika sistem
pendidikan yang dianut di negara
tersebut juga diatur dalam peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negara
tersebut. Jadi pendidikan menggunakan landasan yuridis atau legal.
C. Macam-macam Asas Pendidikan
1.
Asas
ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang
berarti di depan pendidik memberi contoh, di tengah memberi dorongan, di
belakang memberi pengaruh agar menuju kebaikan.
2.
Asas
pendidikan sepanjang hayat, yang berarti pendidikan itu dimulai dari lahir
sampai mati.
3.
Asas
semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta artinya pendidikan itu terbuka bagi
seluruh rakyat dan seluruh wilayah negara. Menyeluruh atrinya mencakup semua
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Terpadu artinya saling berkaitan antar
pendidikan dengan pembangunan nasional.
4.
Asas
manfaat, yang berarti pendidikan harus mengingat kemanfaatannya bagi masa depan
peserta didik, bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama.
5.
Asas
usaha bersama, yang berarti bahwa pendidikan menekankan kebersamaan antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
6.
Asas
demokratis, yang berarti bahwa pendidikan harus dilaksanakan dalam suasana dan
hubungan yang proporsional antara pendidik dengan peserta didik, ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
7.
Asas
adil dan merata, yang berarti bahwa semua kepentingan berbagai pihak harus
mendapat perhatian dan perlakuan yang seimbang, sehingga tidak ada
diskriminasi.
8.
Asas
perikehidupan dalam keseimbangan, yang berarti harus mempertimbangkan segala
segi kehidupan manusia, misalnya jasmani rohani, dunia akhirat, individual dan
sosial, intelektual, kesehatan, keindahan dan sebagainya.
9.
Asas
kesadaran hukum, dalam arti bahwa pendidikan harus sadar dan taat pada
peraturan yang berlaku serta menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
10. Asas kepercayaan pada diri sendiri,
yang berarti bahwa pendidik dan peserta didik harus memiliki kepercayaan diri
sehingga tidak ragu dan setengah-setengah dalam melaksanakan pendidikan.
11. Asas efisiensi dan efektifitas, yang
berarti dalam pendidikan dituntut kehematan dan hasil guna yang tinggi.
12. Asas mobilitas, dalam arti bahwa
dalam pendidikan harus ditumbuhkan keaktifan, kreativitas, inisiatif,
ketrampilan, kelincahan, dan sebagainya.
13. Asas fleksibilitas, dalam arti bahwa
dalam pendidikan harus diciptakan keluwesan (fleksibel) baik dalam materi
maupun caranya, sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat.
14. Asas Bhineka Tunggal Ika.
15. Asas kemandirian dalam belajar,
menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator.
16. Asas tanggung jawab, pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
BAB III
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A. Pengertian
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakungya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mehluk hidup
lainnya. Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan alam hayati, lingkungan alam
non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik scara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spritual keagamaan, emosional,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Jadi,
lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan sebagai berbagai
lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari
lingkungan sosial.
B. Jenis –
jenis dan Lingkungan Pendidikan
1.
Lingkungan Keluarga
Dilihat dari segi pendidikan keluarga merupakan suatu
kesatuan hidup (sistem sosial) dan
keluarga menyediakan situasi belajar sedangkan yang berkenaan dengan keluarga
menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung
kepada orang tua baik kerena keadaan jasmaninya maupun kemampuan kemampuan
intelektual , sosial dan moral . Sumbangan keluarga bagi pendidikan anak adalah
:
A.
Cara orang tua melatih anak
untuk menguasai cara mengurus diri , seperti : Cara makan , cara buang air,
berbicara , berjalan , berdoa , sungguh-sungguh membekas dan diri anak , karena
berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi .
B.
Sikap orang tua sangat
mempengaruhi anak . Sikap menerima atau menolak , sikap kasih sayang atau acuh
tak acuh , sikap sabar atau tergesah-gesah , sikap melindungi atau membiarkan
secara langsung mempengaruhi reaksi emosional anak .
Sangat wacar dan logis tanggung jawab pendidikan
terletak ditangan orang tua dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain ,
karena ia adalah darah dagingnya , terkecuali ,berbagai keterbatasan orang tua
ini . Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua
orang tua terhadap anak antara lain
1.
Memelihara dan membesarkannya ,
tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan , karena si anak
memerlukan makan , minuman dan perawatan, agar ia dapat hidup secara
berkelanjutan .
2.
Melindungi dan menjamin
kesehatannya , baik secara jasmani dan rohani , dan berbagai gangguan penyakit
atau bahawa lingkungan yang dapat membahayakan dirinya .
3.
Mendidiknya dengan berbagai
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak ,
sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain .
4.
Membahagiakan anak dunia dan
akhirat dengan memberinya pendidikan agama dengan ketentuan ALLAH SWT , sebagai
tujuan akhir hidup muslim
2.
Kerja sama antara keluarga dengan sekolah
Didalam UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal
10 ayat 4 dinyatakan : Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan
keyakinan agama , nilai budaya , nilai moral dan keterampilan .
Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya , yaitu dengan
memperhatikan pengalaman – pengalamannya dan menghargai segala usahanya .
begitu juga orang tua harus menunjukan kerja samanya dalam mengarahkan cara
anak untuk belajar dirumah , membuat pekerjaan rumahnya , tidak disita waktu
anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, orang
tua harus memotivasi dan membimbing anan dalam ,belajar .
Pada dasarnya cukup banyak cara yang ditempuh untuk menjalin kerja
sama antara keluarga dengan sekolah :
1.
Adanya kunjungan kerumah anak
didik
a.
Melahirkan perasaan pada anak
didik bahwa sekolahnya selalu memperhatikan dan mengawasinya
b.
Memberi kesempatan pada si
pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara analk didik belajar
, latar belakang didiknya , dan tentang
masalah –masalah yang dihadapinya dalam keluarga
c.
Pendidik berkesempatan untuk
memberikan penerangan kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik
, cara-cara menghadapi masalah-masalah yang sedang dihadapi anaknya dan
sebagainya .
d.
Hubungan antara orang tua
dengan sekolah akan bertambah erat .
e.
Dapat memberikan motivasi
kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerja sama dalam
upaya memajukan pendidikan anaknya
f.
Pendidikan mempunyai kesempatan
interview mengenai berbagai macam keadaan atau kejadian tentang sesuatu yang
ingin diketahui
g.
Terjadinya komunikasi dan
saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta saling memberi petunjuk
antara guru dan orang tua .
2
Diundangnya orang tua kesekolah
Kalau ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh
sekolah yang memungkinkan untuk dihadiri oleh orang tua , maka akan positif
sekali artinya bila orang tua diundang kesekolah .
3.
Case Conference
Merupakan rapat atau konferensi tentang kasus . biasanya
digunakan dalam bimbingan konseling . Seperti konferensi ialah orang yang
betul-betul ikut berbicara masalah anak didik secara terbuka dan sukarela ,
seperti orang tua anak didik , guru-guru, petugas bimbingan yang lain , dan
para ahli yang ada sangkut pautnya dengan bimbingan yang lain , seperti Social
Worker dan sebagainya .
Konferensi tersebut bertujuan untuk mencari jalan yang
paling tepat , agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik . Biasanya
hasil konferensi akan lebih baik dari data dikumpulkan oleh beberapa orang ,
serta interprestasi , analisa , penentuan , diagonosa , suatu masalah dilakukan
dengan sistem musyawarah mufakat .
4.
Badan Pembantu Sekolah
Badan pembantu sekolah maksudnya , ialah organisasi
orang tua murid atau wali murid dan guru . Merupakan kerja sama yang paling
terorganisir antara sekolah atau guru dengan orang tua murid . sampai sekarang
, organisasi ini telah beberapa kali mengalami perubahan nama , karena
disesuaikan dengan perkembangan situasi pendidikan masyarakat pada mulanya
organisai ini bernama perkembangan orang tua murid dan guru (POMG) kemudian
berubah menjadi persatuan orang tua murid (POMG) dan sekarang masih ada badan
pembantu penyelenggaraan pendidikan (BP3)
5.
Mengadakan surat Menyurat
Antara Sekolah dan Keluarga
Surat ini diperlukan terutama waktu yang sangat
diperlukan bagi pebaikan pendidikan anak didik , seperti surat peringatan dari
guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat , sering membolos , sering
berbuat keributan , dan sebagainya .
Surat menyurat ini juga sebenarnya sangat baik bila
dilakukan oleh orang tua kepada guru atau langsung ke Kepala sekolah /madrasah
untuk memantau keadaan anaknya disekolah .
6.
Adanya Daftar Nilai atau Raport
Raport yang biasanya diberikan setiap catur wulan kepada
para murid ini dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua
. Sekolah dapat memberi surat peringatan atau memberi peringatan atau meminta
bantuan orang tua bila hasil raport anaknya kurang baik atau sebalikya , jika
anaknya mempunyai keistimewaan dalam suatu mata pelajaran , agar dapat lebih
giat mengembangkan bakatnya atau minimal mampu mempertahankan apa yang sudah
diraihnya .
Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
menjalin kerja sama antara sekolah dengan keluarga . Semua bentuk kerja sama
tersebut sangat besar manfaatnya dan artinya dalam memajukan pendidikan sekolah
pada umumnya , dan anak didik pada khusnya .
C. Hubungan Masyarakat Dengan
Sekolah
Masyarakat yang biasanya disebut dengan Community Atau Society ,
diartikan sebagai : A Community is a groups that in habits a locality “ Menurut
pengertian ini masyarakat adalah satu kelompok atau sekumpulan kelompok –
kelompok yang mendiami suatu daerah .
Istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia
yang hidup bersama disuatu wilayah dengan tata cara berpikir dan bertindak yang
(relative) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai
satu kesatuan (kelompok).
Demikian pengertian tentang
masyarakat yang diberikan para ahli , meskipun banyak pengertian lain, tapi
pada dasarnya tidak terlalu banyak berbeda . Yang jelas masyarakat adalah suatu
perwujudan kehidupan bersama mansia , dimana didalam masyarakat berlangsung
proses kehidupan sosial , proses antar hubungaan dan antaraksi .
Secara kuantitatif dan kualitatif
anggota masyarakat , terdiri dari berbagai ragam pendidikan , profesi ,
keahlian , suku bangsa , kebudayaan , agama , sosial sehingga menjadi
masyarakat yang majemuk .
Dilihat dari konsep pendidikan ,
masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan ber bagai ragam kualitas diri
mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada pendidikan tinggi . Sementara
itu , dilihat dari lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan
secara sengaja dan berencana kepada
seluruh anggotanya , tetapi tidk sistematis.
Antara masyarakat dengan pendidikan punya keterkaitan dan saling
berperan . Apalagi dalam Zaman sekarang ini , setiap orang selalu menyadari
akan peranan dan nilai pendidikan . Karenanya setiap warga masyarakat
bercita-cita dan aktif berpastisipasi untuk membina pendidikan .
Mohamad Noor Syam , dalam bukunya Filsafat pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila , mengemukakan
bahwa masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif , bahkan seperti
telur dengan ayam . Masyarakat maju karena pendidikan , dan pendidikan yang
maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula.
Sementara itu , Sanafiah Faisal ,mengemukakan bahwa hubungan antara
sekolah (pendidikan ) dan masyarakat paling tidak , bisa dilihat dari dua segi
Yaitu :
1.
Sekolah sebagai patner
masyarakat didalam didalam melaksanakan fungsi pendidikan .Dalam konteks ini ,
berarti keduanya yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai pusat-pusat
pendidikan yang potensial , dan mempunyai hubungan yang fungsional .
a.
Fungsi pendidikan disekolah ,
sedikit banyak dipengaruhi pula oleh corak pengalaman seorang dilingkungan
masyarakat .
Pengalaman diberbagai macam kelompok pergaulan didalam
masyarakat , jenis bacaan , tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya ditengah
masyarakat , kesemuanya membawa pengaruh terhadap fungsi pendidikan yang
dimainkan oleh sekolah terhadap diri seseorang . Kondusif tidaknya dan positif
tidaknya pengalaman seseorang dilingkungan masyarakat ,tidak dpat dielakan
pengaruhnya terhadap sistem pendidikan .
b.
Fungsi pendidikan disekolah ,
sedikit banyak akan dipengaruhi oleh sedikit banyaknya serta fungsional
tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar dimsyarakat .
Kekayaan sumber-sumber belajar ditengah masyarakat seperti adanya perpustakaan umum , adanya museum , adanya kebun binatang , adanya peredaran Koran , dan majalah serta sumber – sumber belajar lainya . disamping berfungsi sebagai medium pendidikan bagi masyarakat luas .
Kekayaan sumber-sumber belajar ditengah masyarakat seperti adanya perpustakaan umum , adanya museum , adanya kebun binatang , adanya peredaran Koran , dan majalah serta sumber – sumber belajar lainya . disamping berfungsi sebagai medium pendidikan bagi masyarakat luas .
2.
Sekolah sebagai Prosedur yang
melayani pesan-pesan pendidikan dari masyarakat lingkungannya .
Berdasarkan hal , ini berarti antara masyarakat dengan
sekolah memiliki ikatan hubungan rasional berdasarkan kepentingan dikedua belah
pihak . Berkenaan dengan sudut pandang tersebut , berikut ini dideskripsikan
tentang hubungan rasional dikmaksud yaitu
:
a.
Sebagai lembaga layanan
terhadap kebutuhan terhadap layanan pendidikan masyarakatnya , maka sekolah
sudah tentu membawa konsekuensi- konsekuensi konseptual dan teknisi , sehingga
berkesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan
apa-apa yang dibutuhkan masyaraktnya Dalam hal pengertian masyarakat termasuk
didalamnya , komponen – komponen lainnya dimasyarakat .
b.
Akurasi sasaran atau target
pendidikan yang ditangani oleh lembaga atau organisai persekolahan , akan
ditentukan pula oleh kejelasan formulasi kontrak antara sekolah (selaku pelayan
) dengan masyarakat selaku pemesan .
Rumusan-rumusan umum tentang kebutuhan dan cita-cita
pendidikan yang diinginkan masyarakat , sudah tentu memerlukan operasionalisasi
dan spesifikasi , sehingga memungkinkan pengukuran terhadap terpenuhi tidaknya
fungsi layanan sekolah sebagaimana yang dibebankan oleh masyarakat , dalam hal
inilah diperlukan pendekatan komprehensif , dalam pengembangan program dan
kurikulum untuk masing – masing jenis dan jenjang persekolahan yang diperlukan
.
c.
Penunaian fungsi sekolah
sebagai pihak yang dikontrak untuk melayani pesanan –pesanan pendidikan oleh
masyarakatnya , sedikit banyak akan dipengaruhi oleh ikatan-ikatan obyektif
dimaksud bisa berupa perhatian , penghargaan dan topangan-topangan tertentu
seperti dana . fasilitas dan jaminan-jaminan obyektif lainnya , yang memberikan
makna penting terhadap eksitensi dan persekolahan . Hubungan antara sekolah dan
masyarakat yang mengontraknya , kalau tidak disertai dengan jaminan-jaminan
atau ikatan-ikatan sebagaimana layaknya .
D. PERAN MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN
Sebagaimana yang dikemukakan
terdahulu , bahwa masyarakat yang merupakan lembaga ketiga sebagai lembaga
pendidikan , dalam konteks penyelenggaraan pendidikan itu sendiri besar sekali
perannya . Bagaimana kemajuan dan keberadaan suatu lembaga pendidikan sangat
ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat , jangan duiharapkan pendidikan dapat
berkembang dan tumbuh sebagaimana yang diharapkan .
Oleh karena itu , sebagai salah satu
lingkungan terjadinya kegiatan pendidikan masyarakat mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap berlangsungnya segala aktivits yang menyangkut masalah
pendidikan . Apalagi bila diliaht dari materi yang digarap . Untuk itu bahan
apa yang akan diberikan kepada anak didik sebagai generasi tadi harusnya
disesuaikan dengan keadaan dan tuntutan masyarakat dimana kegiatan pendidikan
berlangsung.
Berikut ini adalah beberapa peran dari masyarakat terhadap
pendidikan (sekolah )
1.
Masyarakat
berperan ikut serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah .
2.
Masyarakat
berperan dan mengawasi pendidikan agar sekolah tetap mambantu dan mendukung
cita-cita dan kebutuhan masyarakat .
3.
Masyarakat
yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung –gedung musem ,
perpusatakaan , panggung-panggung kesenian , kebun binatamg, dan sebagainya .
4.
Masyarakat
yang menyediakan berbagai sember untuk sekolah . Mereka dapat diundang
kesekolah untuk memberikan keterangan dan mengetahui segala masalah – masalah
yang dihadapi anak didik yang terdapat dimasyarakat, seperti petani, peternak,
saudagar, police, dokter, dan sebagainya .
5.
Masyaraktla
sebagi sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar .
Disampin buku, pelajaran masyarakat memberi bahan pelajaran yang banyak
sekali, antara lain seperti aspek alami industry, perumahan, transport,
perkebunan, pertambangan dan sebagainya.
Dengan demikian jelas
sekali bahwa peran masyarakat sangatlah besar terhadap pendidikan sekolah.
untuk itu sekolah perlu memanfaatkan sebaik-baiknya, paling tidak bahwa
pedidikan arus dapat mempergunakan sumber-sumber pengetahuan yang ada
dimasyarakat, Karena :
1.
Dengan
melihat apa yang terjadi dimasyarakat anak didik akan mendapatkan pengalman langsung
.
2.
Pendidikan
membina anak-anak yang berasal dari masyarakat , dan akan kembali kemasyarakat.
3.
Dimasyarakat
banyak sumber pengetahuan yang mungkin guru sendiri belum memngetahuiinya.
4.
Kentaan
menunjukan , nahwa masrakat membutuhksn orang-orang orang-orang yang terdidik
dan anak didik pun membutuhkan masyarakat.
BAB IV
SEJARAH PENDIDIKAN
A. Pandangan Umum Tentang Politik Dan Penyelenggaraan Pendidikan Kolonial
Bangsa portugis memperlihatkan semangat yang tinggi untuk kolonisasi dan misi. Berlainan dengan orang Belanda, mereka lebih inggin untuk menyebarkan agama, bahasa, daan kebudayaan mereka dikalangan In donesia. Berkanan dengan bahasa mereka, orang portugis mencapai lebih banyak dalam beberapa decade dari pada orang belanda dalm beberapa abad. Agama katolik segera diterimah. Dibeberapa pulau dibagian Timur Indonesia akan tetapai pada zaman Belanda ada yang kembali keagama Islam. Bahasa portugis mempertahankan kedudukannya selama dua abad setelah mereka diusir dari kepuluan Indonesia.
VOC, sekalipun suatu perkumpulan dagang, melibatkan diri dalam kegiatan misi terutama diwilayah-wilayah dimana orang Portugis terlah menyebarkan agama Katolik.Orang belanda berhasil meniadakan agaman Katolik dipulau ini, akan tetapi tidak ada minat untuk menarik orang Indonesia lainnya, khususnya orang Islam, kedalam agama mereka. Di Jawa mereka tidak langsung mencampuri soal rakyat biasa dan merasa puas dengan pemerintahan tak langsung melalui raja masing-masing. Sekolah yang didirikan oleh VOC juga tidak berkembang menjadi system pendidikan yang lengkap, akan tetapi tatap bersifat elementer dan bercirikan agama. Diskriminasi rasial tampaknya tidak menimbukan masalah pendididikan selama periode VOC karena sedikitnya jumlah anak Belanda. Lagi pula sekolah kebanyakan diselenggarakan dalam bahasa Melayu dan Portugis hingga batas tertentu meniadakn perbedaan antara orang Belanda dan Indonesi. Setelah permulaan yang aktif, perkembangan pendidikan hamper lenyap sewaktu VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Pendidikan selama masa colonial tidk berkembang menurut garis yang kontinu akan tetapi menunjukkan suatu kekosongan pada permulaan abad ke-18. Pemerintaha baru yang menggantikan VOC harus mulai dari mulanya.
Selama setengah abad pertama pada abad ke-18 pendidikan hanya disediakan untuk anak-anak Belanda. Terutama anak Indo-Belanda agar antra lain memberikan kan kepada mereka kesadaran akan kebangsaannya sebagai seorang Belanda. Pada akhir abad itu tercapailah taraf pendidikan universal bagi anak-anak mereka dengan kesempatan memasuki pendidkan tinggi dinegri Belanda. Sebebaliknya, hamper tak satupun dilakukan bagi anak indinesia hamper setengah abad pertama walupun maksud-maksud baik dinyatakan dalaam berbagai peraturan. Sistem tanam paksa, suatu metode eksploitasi besar-besaran, akhirnya mendorong Belanda memberikan pendidikan pada anak-anak Indonesia, terutama bvagi golongan atas, untuk mendidik pegawai untuk mengawasi perkebunan pemerintahan. Pendidikan cepat berkembang dibawah Mentri jajahan yang liberal,Fransen van de Putte. Perluasan daerah jajahan dengan pendudukan kepulauan diluar jawa dan perkembangan-perkembangan perusahaan swasta sebagai akibat undangan-undangan Agraria pada THUN 1870, di samping melonjaknya ekonomi, memungkinkan perluasan pendidikan.
Krisis ekonomi tahun 1880-an menyebabkan kemerosotan kemajuan pendidikan, dan bahkan dipertanyakan apakah ada faidah pendidikan bagi rakyat biasa. Juga disarankan diadakannya perbedaana pendidikan bagi anak aritokrasi dengan anak orang biasa dan menyerahkn pendidikan rakyat banyak kedalam tangan usaha swasta dan misionaris. Bahasa Belanda memperoleh kedudukan yang penting sejak dijadikan sebagai syarat untuk pengangkatan pegawai pemerintahan dan kelanjutan pelajaran.
B. Sekolah Untuk Anak Indonesia Sebelum Reorganisasi 1892
Sekolah rendah sebelum 1892 sekolah yang sederhana, sering dengan gedung dan fasilitas yang tidak memadai. Murid-murid terutama terdiri atas laki-laki. Setidaknya sampai 1892 jumlah sekolah diluar Jawa melebihi jumlah sekolH di Jawa, akan tetapi sesudah itu lambat laun Jawa menjadi pusat pendidikan.
Sekolah rendah sebelum 1892 diizinkan memperluas
programnya sehingga mendekati rencana
pelajaran sekolah guru, kecuali ilmu mendidik. Sekolah rendsh yang semula
dimaksud untuk pendidikan anak kaum priyai kemudian kebanyakan dimasuki anak
golongan rendah. Krisis ekonomi pada akhir abad ke-19 memaksa Belanda untuk
mengadakaan diferensiasi dalam pen didikan anak-anak golongan atas dan golongan
rendah. Yang pertama dikenal sebagi Sekolah Kelas Satu dan yang terakhir
Sekolah Kelas Dua.
C. Sekolah Desa (Volksschool)
Sekolah desa adalah perwujudan hasrat
pemerintah untuk menyebarkan pendidkan seluas mungkin dengan biaya serendah
mungkin dikalangan penduduk untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Dengan mengikuti prinsip-prinsip sekolah percobaan
De Bruyn Prince, sekolah yang direncanakan gubernur jendral Van Heutz ini akan
dibangun dan dipelihara oleh masyarakat. Utuk menjamin keberhasilannya
pemerintah harus memberikan bantuan
keuangan. Sekolah desa ternyata dapat berkembang menurut ukuran yang tak
kunjung tercapai oleh tipe sekolah lain
selama penjajahan Belanda.Sekolah desa menjadi usaha pendidikan terbesar yang pernah dijalankan oleh Belanda untuk memberi
kesempatan kepada rakyat banyak untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Jumlah murid senantiasa bertambah dan mencapai 1,5 juta murid paada saat
pendudukan jepang. Untuk mencegah agar Sekolah Desa menjadi tak popular dan
diangap sebagai bentuk pajak, maka tidak diizinkan penggunaan kekerasan atau paksaan, namun campur tangan
pegawai sudah merupakan himbauan halus yang mempunyai efek yang sama dengan
perintah. Diragukan apakah Sekolah Desa mengalami perkembangan yang demikian
cepat andaikan diserahkan kependuduk desa yang dengan suka rela menyuruh
anaaknya kesekolah berdasarkan keputusan sendiri. Angka putus sekolah yang
demikian tinggi pada mulanya sekolah
desa didirikan menunjukkan kurngnya mintat penduduk akan lembaga pendidikan
yang dipaksakan oleh atasan ini yang tidak merupakan suatu bagian integral dari
kehidupan masyarakat. Juga merupakan
paradoks,bahwa rakyat desa yang ekonominya lemah diharuskan mendirikan sekolah
yang bermutu rendah,sedangkan golongaan menengah dan atas diberikan pendidikan yang lebih baik tanpa keharusan mendirikan
bangunan sekolahnya.Lagi pula orang desa tidaak diberi kebebasan untuk
menentukan kurikulum yang mereka dirikan.
D. Europese Lagere School (Els)
Guru-guru belanda mengakui kemampan anak-anak Indonesia
dalam segala mata pelajaran, sekali pun semua mata pelajaran diselengarakan
dalam bahasa Belanda. Anak-anak ini terutama berasal dari kalangan elit
Indonesia,sedangkan anak-anak Belanda dataang dari segala lapisan social.
Banyaknya yang dibebaskan dari uang sekolah menunjukan bahwa mereka berasal dari
golongan ekonomi lemah.
Prestasi
akademis anak Indonesia tidak kalah dari anak-nak Belanda seperti nyata dari
prestasi lulusanmasuk HBS atau ujian pegawai rendah.
Namun kapasitas intelektual bukan satu-satunya syarat
memasuki ELS akan tetapi terutama kedudukan ssosial orangtua. Pada hakikatnya
pendidikan selalu dipandang orang Belanda sebagai bahaayaa pontensial bgi
minoritas orang Belanda menghadapi oraang Indonesia yang 200 kali lipat
jumlahnya. Pendidikan hanya diberika untuk memenuhi kebutuhan akan pegawai
pemerintahan dan perusahaan-perusahaan Belanda dalm jumlah yang sangat
terbatas. Sambil membatasi pendidikan untuk orang Indonesia, mereka memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi anak Belanda agar mempertahankan jarak antara
penjajah dan yang dijajah dan mempertahankan pekerjaan yang terbaik bagi orang
Belanda.Anak Belanda yang menikahi pembantunya mempunyai kesempatan yang lebih
besar memasuki ELS dari anak priyai.
ELS menentukan pola ssekolah rendah 7 tahun, yang
kemudian diikuti oleh HCS dan HIS, sehingga sekolah-sekolah khusus untuk
pribumi seperti Volksschool dan Vervolgschool senantiasa dalam keadaan tidak
lengkap dan dengan demikian tidaak memperoleh kesempatan untuk kelanjutan
pelajaraan kesekolah menengah. Selama penjajahan Belanda tak kunjung terwujud
sekolah menengah berbahasa Indinesia.
Bagi
anak Indonesia sekolah yang bercorak Barat tak mungkin menjadi sekolah umum
bagi rakyat, karena akan menjauhkan anaak dari kebudayaannya. Lagi pula
mempelajari bahasa Belanda sukar dan menelan waktiu banyk. Kurikulum ELS yang
sebagian besar ditetapkan Nederland tak mungkin relevan dengan kebutuhan anak
Indonesia. Namun ELS tetap dipertahankan demi kepentinngan segelintir anak
yang mungkin kembali ketanah airnya.
Berbagai
faktor mempengaruhi didirikanya MULO (1) Murid-murid Indonesia yang puluhan
ribu jumlahnya pada sekolah kelas satu
tak mungkin dibiarkan begitu saja tampa
member kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya. (2) Berbagai kursus
persiapan bagi calon-caloon pendidikan
pegawai, ahli hukum, dokter, dan sebagainya ternyata tidak serasi harus diganti
dengan MULO. Sebelumnya hanya lulusan ELS yang diterima untuk berbagaai sekolah
latihan itu yang menyebabkan banjirnya anak-anak Indonesia ke ELS. Jadi MULO
juga dimaksud untuk membendung “invasi” anak-anak Indonesia ke ELS. MULO
didirikan sebagai lambang pendidikan nonrasial.
Dari segi organisasi MUO mempunyai kedudukan yang
penting. Dengan adaanya mMULO dan diubahnya Sekolah Kelas Satu menjadi HIS maka
bagi ank-anak Indonesia terbuka jembatan untuk memperoleh pendidikan yang
setinggi-tingginya. Maka karenanya itu dibukanya MULO merupakan suatu tonggak
yang sangat penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Dibukanya AMS sebagai
sper struktur MULO merupakan langkah keperguruan tinggi.
MULO akhinya meniadakan ujian pegawai rendah (Klein
Ambtenaars Examen). MULO membuka jalan untuk melampaui batasan-batasan social
dan merupakan badan yang ampuh untuk melenyapkan dominasi aristokrasi. Maka
timbullah elite intelektual baru.
SEJARAH
PENDIDIKAN MASYARAKAT
Sejarah pendidikan masyarakat menurut R.A. SANTOSO dapat dibagi beberapa tahap:
a).
Unsur-unsur yang mendahului dan yang menjiwai, dalam hal ini ada beberapa
factor yaitu
1. Adanya
paksaan social. Dengan proklamasi kemerdekaan, maka masyarakat bergerak untuk
mengadakan perubahan disegala bidang pendidikan.
2. Adaanya
kenyataan bahwa pada masyarakt desa terdapat
jiwa berkorban asalkan mendapat
bimbingan yang tepat dan jujur.
3. Timbulnya
pemikiran baru bahwa masalah pokok kemedekaan tertentu pada pendidikan artinya revolusi kemerdekaan harus menimbulkan revolusi dalam
jiwa masyaralkat dimana pendidikan
mempunyai peranan penting.
b).
Perkembangannya dari tahun ketahun
1. Adanya
cita-cita mendidik masyaraakat yang sejak lama terlihat dan dilaksanakan, baik
oleh perorangan, oirganisasi politik maupun lembaga-lembaga. Cita-cita mendidik
ini disertai dengan perwujudannya yang nyata.
2. Sejak
saat itu pemerintah selalu mengikuti, dengan dibentiknya baagian pendidikan
diindonesia pada tahun 1946, dengan tugas mempelajari pemberantasan buta huruf.
BAB V
ALIRAN PENDIDIKAN
A. Aliran
Aliran Pendidikan
Aliran-aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan
yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan aliran-aliran
pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman
Yunani kuno sampai kini.
Pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan yang telah dimulai zaman Yunani kuno, berkembang pesat di
Eropa dan Amerika. Aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru dalam
pendidikan pada umumnya berasal dari dua kawasan ini. Pemikiran-pemikiran itu
tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan berbagai cara seperti
dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahanya, melalui bacaan buku dan di
bawa oleh orang yang pergi belajar ke Eropa atau Amerika dan sebagainya.
Penyebaran itu menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan ini pada
umumnya menjadi acuan dalam penerapan kebijakan di bidang pendidikan di
berbagai negara.
Aliran-aliran
ini mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang
paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis
memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang
telah dimiliki anak. Sedangkan aliran yang paling optimis memandang anak
seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang
berada di antara kedua kutub tersebut yang dapat dipandang sebagai variasi
gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa yang berbeda
antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan
pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan
kebutuhan yang diperlukan. Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis
sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di
masa depan pendidikan itu selalu mangalami perkembangan seiring dengan
perkemangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang
membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan.
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setia
kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya.
Berikut
aliran-aliran pendidikan yaitu sebagai berikut:
1.
Empirisme Aliran
Aliran
Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksentral
dalam perkembangan manusia, dan menyakan bahwa perkembangan anak tergantung
pada lingkungan,sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.Tokoh perintisnya adalah
seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori
“Tabula Rasa“, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan.
Faktor
bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman
diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya).
Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap
perkembangn anak. Menurut aliran ini,penddidik sebagai faktor luar memrgang
peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi
anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut
akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Misalnya,
ketika 2 anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani miskin, yang
satu dididik di lingkungan keluarga kaya raya yang hidup di kota dan
disekolahkan di sekolah modern, dan ternyata pertumbuhan kedua anak tersebut
tidak sama.
Kelemahan
aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan
berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
2.
Aliran Nativisme
Aliran
Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam
diri anak,sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tokoh aliran Nativisme adalah
Schopenhaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah
dengan bawaan baik dan buruk.Istilah Nativisme dari asal kata natie yang
artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya
sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.Aliran
ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan
sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruhi terhadap pendidikan dan
perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar
ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat ,jika anak memiliki
bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak
memiliki bakat baik, ia akan baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan
bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Dalam
kenyataan sering ditemukan anak mirip orang tuanya(secara fisik)dan anak juga
mewarisi bakat-bakat orangtua. Tetapi pembawaan bukanlah satu-satunya faktor
yang menentukan perkembangan,masih banyak faktor lain yang mampengaruhinya.
Pandangan konvergensi akan memberikan penjelasan tentang kedua faktor yaitu
pambawaan(hereditas) dan dan lingkungan dalam perkembangan anak.Terdapat suatu
pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri
individu terdapat suatu “inti“ pribadi (G.Leibnitz;Monad) yang mendorong
manusia untuk mewujudkan diri, menentukan pilihan kemauan sendiri, dan
menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
Pandanga-pandangan tersebut tampak antara lain humanistic psychologi (Carl
R.Rogers) ataupun phenomenologi/ humanistik lainnya.
Pendapat
dari pendekatan phenomenologi/humanistik (Milhollan dan Forisha):
1. Pendekatan
aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Cart R.Rogers dan
Abraham Maslow.
2. Pendekatan
’’Pendekatan Constructs’’ (George A.Kelly)yang menekankan memahami hubungan
’’transaksional’’ antara manusia dan lingkungannya sebagai bekal memahami
perilakunya.
3. Pendekatan
’’Gestalt’’ baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang K) maupun pengembangan
selanjutnya (K.Lewin dan F.Perls).
4. Pendekatan
’’Search for Meaning’’ dengan aplikasinya sebagai Logoterapy dari Victor Franki
yang mengungkapkan batapa pentingnya semangat (human spirit) untuk mengatasi
berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan
tersebut tetap menekankan betapa pentingnya ’’inti’’ privasi atau jati diri
manusia.
3.
Aliran Naturalisme
Tokoh
aliran ini adalah J.J.Rousseau seorang filsuf Prancis (1712-1778). Naturalisme
mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunya pembawaan
baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan,
sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme, karena berpendapat
bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata
lain pendidikan tidak diperlukan.
Naturalisme
memiliki 3 prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin R),
yaitu :
a. Anak didik
belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.
b. Pendidik hanya
menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai
fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
keberanian anak didik kearah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belejar terletak diri anak didik sendiri.
c. Program
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat menyediakan
lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik
secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
dengan minat dan perhatiannya.
Dengan
demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelejaran yang
bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi
pusat kegiatan proses belejar-mengajar.
4.
Aliran Konveregensi
Perintis
aliran ini adalah William Stern (1871-1939),seorang ahli pendidikan Jerman.
Aliran ini merupakan kombinasi dari Aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini
berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah mamiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi,
faktor pebawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang mempunyai
pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan yang baik akan menjadi baik.
Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan
demikian, aliran Konferegensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung
pada faktor pembawaan/bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak
menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai
sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
Oleh
karena itu, teori W. Stern disebut teori konveregensi (konveregen artinya
memusat kesatu titik). Jadi, menurut teori konveregensi :
1.
Pendidikan mungkin tidak dilaksanakan.
2. Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang
baik.
3.
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
5.
Aliran Progresivisme
Tokoh
aliran Progresivisme adalah Jonh Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi
masalah yang bersifat menekan,ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam
dirinya. Aliran ini memandang bahwa peserta didik mampunyai akal dan
kecerdasan.
Hal
ini ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika disbanding
makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif dan didukung oleh
kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan
kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter
peserta didiknya.
Peserta
didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanivestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam
pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan.
Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin
mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya,
sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
6.
Aliran Esensialisme
Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme.Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artimya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, Artinya,
nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga
dapat mencapai kebahagian. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal
dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama 4 abad yang lalu, yaitu
zaman Renaisans. Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan
Renaisans yang pertama adalah Johan Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala
sesuatu diajar melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh
kudua adalah Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya
perlu ada penyesuaian dengan hokum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan
pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran. Tokoh ketiga adalah
William T.Harris (1835-1909)yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah
menjadikan realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan
ke-satuan spiritual.
Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar
landasan pendidikan adalah nilai-nilai esnsial, yaitu yang telah teruji oleh
waktu, bersifat menuntun, dan telah turun menurun dari zaman ke zaman sejak
zaman Renaisans.
7.
Aliran Perenialisme
Tokoh
aliran Perenialisme adalah Plato, Aris Toteles, dan Thomas Aquino. Perenialisme
memandangbahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan
adalah belajar untauk berpikir. Oleh sebab itu, pesrta didik harus dibiasakan
untuk berlatih berpikir sejak dini. Pada awalnya, peserta didik diberi
kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya
perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan
bahasa.
8.
Aliran Konstruktivisme
Gagasan
pokok aliran ini dawali oleh Giambatista Vico, seorang estimolog Italia. Ia
dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Konstruksionisme. Ia mengatakan bahwa
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Bagi
Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada skruktur konsep yang dibentuk.
Pengetahuan tidak bisa lepas dari subyek yang mengetahui.
Aliran
ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan interaksi kontinyu antara individu satu dengan
lingkungannya. Artinya, pengatahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang.
Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman
dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat
terbentuk pengertian baru (Paul Supamo).
Piaget
juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses
dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data
baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.Akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif terhadap situasi baru, dan Ekuilibrasi adalah penyesuain
kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi
(Suwardi).
Kesimpulannya,
aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam dari seseorang, melalui pemgalaman yamg diterima lewat panca
indera, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan
perasa.
Dengan
demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dengan
seseorang kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa
dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu,
perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika
pembalajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
BAB VI
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Setiap negara
atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi cita-cita nasional bangsa.
Maka dikenallah pendidikan nasional yng didasarkan pada filsafat bangs dan
cita-cita nasional.
Pendidikan
nasional merupakan pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan sosio
kultural, psikologis, ekonomis, dan politis. Pendidikan tersebut ditujukan
untuk membentuk kepribadin nasional bangsa.
Nasionalisme
dalam pendidikan bertujuan, terutama memelihara dan memuliakan negara. Melalui
proses pendidikan, suatu bangsa berusaha untuk mencapai kemajuan-kemajuan dalam
berbagai bidang kehidupan, baik dlm bidang ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan,
teknologi, dn dlam bidang-bidang kehidupan lainnya. Melalui prosess pendidikan
pula, sutu bangsa berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yng
direncanakan.
Proses
pendidikan yang diselenggarakan dan dilaksanakan suatu bangsa untuk mencpai tujuan-tujuannya,
itulah yang disebut dengan sistem pendidikn nasional.
A. Sistem Pendidikan
Pengertian
umum, tentang sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang
saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan
yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan
dari semua komponen atau bagian-baginnya diarahkan dari tercapainya tujuan
tersebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah sistem yang disebut
sebagai sistem pendidikan.
Secara
teoritis, suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen atau
bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Komponen-komponen
tersebut terdiri dari :
1.
Tujuan
Tujuan disebut juga cita-cita pendidikan yang berfungsi untuk
memberikan arah terhadap semua kegitan dalm
proseses pendidikan
2.
Peserta
didik
Sebagai objek yang sekaligus sebagai subjek pendidikan. Objek
artinya peserta didik tersebut menerima perlakuan, subjek artinya peserta didik
sebagai pelaksanaan pendidikan.
3.
Pendidik
Sebagai pembimbing pengaruh, untuk menumbuhkan aktivitas
peserta didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan.
4.
Alat
pendidikan
Maksudnya adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang berfungsi untuk mempercepat tercapainya tujuan
pendidikan.
5.
Lingkungan
Sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses pendidikan.
B. Sistem Pendidikan Nasional
Maksud sistem pedidikan nasional
disini adalah suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas
pendidikan dn berkaitan stu dengan lainny untuk mengusahakan tercaapainya
tujuan pendidikan nsional dalam hal ini, sisitem pendidikn nasional tersebut
merupkan uatu suprasistem, yitu suatu sistem yang besar dan kompleks, yng
didalam nya terckup beberapa bagian yang
juga merupakan sistem-sistem.
Satuan dan kegiatan pendidikan yang juga merupkan sistem pendidikan yang
tersendiri, dan sistem pendidikan tersebut tergabung secara terpadu dalam
sistem pendidikan nasional yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Tujuan sistem pendidikan nasional
berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan pendidikan dalam satuan-satuan
pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan
nasional tersebut merupakan tujuan namun
yang hendak dicapai oleh semua
satuan pendidikannya. Meskipun setip satuan pendidikan tersebut mempunyi
tujuan sendiri, namun tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
Dalam sistem pendidikan nasional,
peserta didiknya adalah semua warga negara. Hal ini sesuai dengan UUD 1945
Pasal 31 ayat 1 berbunyi : “ Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
“.
Di dalam UU No.20 Tahun 2003 Pasal 5
disebutkan ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu ; dan ayat (5) setiap warga negara berhak
mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Dengan
ketentuan dan sampai batas umur tertentu, dalam setiap sistem pendidikan
nasional biasanya ada kewajiban belajar. Secara umum pendidikan nasional
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban
bangsa yang bermartbat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjdi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berikut ini dipaparkan secara ringkas
isi dari sistem pendidikan nasional menurut UU Np 20 tahun 2003 :
1.
Jalur
pendidikan yang meliputi pendidikan formal, nonformal dan informal.
2.
Jenjang
pendidikan formal :
a.
Pendidikan
prasekolah meliputi penitipan anak, kelompok bermain, dan taman kanak-kanak.
b.
Pendidikan
dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
sederajat.
c.
Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk : SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain
yang sederajat.
d.
Pendidikan
tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
3.
Jenis-jenis
pendidikan meliputi, pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan dan khusus.
4.
Pendidikan
nonformal berfungsi mengembngkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribdian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapn
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan dan pendidikan lain yang ditujukan pengembangan
kemampuan peserta didik.
5.
Pendidikan
informal.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Di dalam
sistem pendidikan nasional suatu bangsa, seluruh wilayah, budaya dan
masyarakat, bangsa dan negara merupakan lingkungan sitem pendidikan nasional.
Sistem
pendidikan nasional memerlukan adanya organisasi dan administrasi pendidikan
secara nasional. Organisasi pendidikan adalah unit-unit pendidikan dengan
meknisme kerja tertentu yng memberi kemungkinan tercapainy tujuan pendidikan.
Administrasi pendidikan adalah pengelolaan pendidikan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, dan pengawasan.
C. Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
Di Indonesia, sistem pendidikan nasional, mengacu pada
pasal 31 ayat 2 UUD 1945, yang mengamatkan kepada pemerintah Republik Indonesia
untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pembelajaran nasional yang
diatur dengan undang-undang.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai
pengamalan pancasila dibidang pendidikan, maka pendidikan maka pendidikan
nasional mengusahakan :
1.
Pembentukan
manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan dapat
berdiri sendiri.
2.
Pemberian
dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara indonesia yang
berwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh dan mengandung makna terwujudnya
kemmpuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham, dan ideologi yang bertentangan
dengan pancasila.
Melalui
landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar
untuk memungkinkan bangsa indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Di Indonesia,
dalam peraturan garapan pendidikan nasional ada tiga perangkat acuan yang dapat
dijadikan rambu-rambu umum bagi
implementasi garapan pendidikan nasional tersebut,yaitu GHBN 1993,UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989,serta beberapa Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang operasionalisasi pendidikan dimaksud.
Dalam UU
Nomor 2 Tahun 1989 tersebut disebutkan pula bahwa : “ Pendidikan nasional
berdasarkan pancasila dan UUD 1945 “. Dengan begitu setiap satuan pendidikan
yang di selenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dapat di kategorikan
sebagai dan masuk dalam satuan sistem pendidikan nasional.
Tujuan
Nasional negara kita jelas termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945,yaitu :
1.
Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2.
Memajukan
kesejahteraan umum
3.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa
4.
Ikut
melaksanakan ketertiban dunia
Sementara
itu,tujuan akhir pembangunan bangsa dan negara Indonesia adalah mencapai
masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang di ridahai Allah
SWT.
Bahkan lebih
jauh lagi dalam Tap MPR No.II/MPR/1993 tentang GHBN di sebutkan sebagai berikut
: ‘ Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan
serta harkat dan martabat bangsa,mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berkualitas,mandiri
sehingga mampu membangun dirinya dan
masyarakat sekelilingnya,serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional,dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sangat
penting untuk memperhatikan dasar dan tujuan dari pendidikan sebab dari sinilah
mau kemana si anak didik akan di bawa dan di arahkan.Bahkan,biasanya dasar dan
tujuan inilah juga yang merupakan karakteristik pendidikan suatu bangsa,yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain.
Berikut ini
akan dikemukan tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia,yaitu:
1.
Rumusan
menurut SK Menteri Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan No.104 / Bhg.O tanggal
1 Maret 1946:Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa patriotisme
2.
Menurut
UU No.4 Tahun 1950 (UU Pendidikan dan Pengajaran);Tujuan Pendidikan dan pengajaran
ialah membentuk manusia susila yng cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3.
Menurut
Ketetapan MPRS Nomor II Tahun
1966;Tujuan pendidikan ialah mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang
berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab sosialis Indonesia yang adil dan makmur
material dan spiritual
4.
Rumusan
Tujuan Pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasional Pancasila dengan penetapan
Presiden No.19 Tahun 1965,yng berbunyi
sebagai berikut.Tujuan Pendidikan nasional kita,baik yang di selenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta,dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan
tinggi,supaya melahirkan warga negara-negara sosialis Indonesia yang
susila,yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis
Indonesia,adil dan makmur baik spiritual maupun material dan yang berjiwa
pancasila
5.
Rumusan
Tujuan pendidikn Menurut Ketetapan MPRS No.XXVII Tahun 1966.Tujuan Pendidikn
ialah membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkn ketentuan-ketentuan yang
di kehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
6.
Menurut
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GHBN;Tujuan Pendidikannasional ialah
pembangunan di bidang pendidikan Pancasila di arahkan untuk membentuk
manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia
Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya,memiliki pengetahuan dan
keterampilan,dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab,dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan di sertai budi pekerti luhur,mencintai bangsanya dan
mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
7.
Menurut
TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GHBN Bab IV D ( pendidikan );Pendidikan
berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkn ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa,kecerdasan,keterampilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat
kepribadian,dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
8.
Menurut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang
GHBN;Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila,bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa,kecerdasan dan ketermpilan,mempertinggi
budi pekerti,memperkuat kepribadian,dan mempertebal semangat kebangsaan dan
cinta tanah air,agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
9.
Menurut
Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GHBN;Tujuan Pendidikan Nasional adalah
untuk peningkatan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,berbudi pekerti
luhur,kepribadian,berdisiplin,bekerja keras,tangguh,bertanggung
jawab,mandiri,cerdas dan terampil,serta sehat jasmani dan rohani.
10.
Menurut
UU Nomor 2 Tahun 989 Tentang sistem Pendidikan Nasional;Pendidikan nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya,yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur,memiliki pengetahuan,kesehatan jasmani dan
rohani,kepribadian yang mantap dan mandiri,serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
11.
Menurut
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GHBN;Pendidikan Nasional bertujun
meningkatkan kualitas manusian
Indonesia,yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa,berbudi pekerti luhur,berkepribadian,mandiri,maju,tangguh,cerdas,kreatif,terampil,berdisiplin,beretos
kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani.
Seiring
dengan perkembangan yang terus terjadi,dan adanya upaya memperbaiki sistem
pendidikan nasional yang terus di lakukan,maka lahirlah UU No.20 Tahun
2003,sebagai penyempurnaan UU No.2 Tahun 1989.
D. Warga Negara dan Haknya Memperoleh Pendidikan
Pendidikan
merupakan sarana utama di dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.Tanpa Pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya
yang maksimal.Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa di
pungkiri,bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara.Berkenaan dengan
ini,di dalam UUD’45 Pasal 31 ayat ( 1 ) secara tegas di sebutkan bahwa : “
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Secara lebih
rinci lagi tentang hak warga negara untuk memperoleh pengajaran itu telah di
sebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 sebagai berikut :
1)
Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan ( Pasal 5 )
2)
Setiap
warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar memperoleh pengetahuan,kemampuan,dan keterampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan,kemampuan dan keterampilan tamatan
pendidikan dasar ( Pasal 6 )
3)
Penerimaan
seseorang sebagai peserta didik dalam satuan pendidikan di selenggarakan dengan
tidak membedakan jenis kelamin,agama,suku,ras,kedudukan sosial,dan tingkat
kemampuan ekonomi serta tidak mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang
bersangkutan ( Pasal 7 ).
4)
a.
Warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa
b.Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa berhak memperoleh perhatian khusus ( Pasal 8 ).
E. Pengembangan Kebudayaan dan Pendidikan Nasional
Pendidikan
nasional di kehendaki haruslah bersifat fungsional,yaitu berfungsi untuk
kepentingan kelembagaan masyarakat menuju perkembangan kehidupan bangsa yang
menyangkut pengembangan pribadi pribadi dan watak bangsa.Sebab keduanya ini
merupakan kriteria dasar dalam upaya mewujudkan suatu sistem pendidikan
nasional.
Secara
esensial,pengembangan bangsa tersebut dapat dilihat dan dipahami melalui
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia,sedangkan Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 merupakan pandangan hidup,kepribadian dan tujuan hidup nasional.Sementara
itu,penjabaran secara konstitusionalnya dapat di lihat melalui UUD 1945 dalam
rangka mewujudkan cita-cita nasional.
Pengembangan
kebudayaan dapat di artikan secara luas yaitu menyangkut membangun sumber daya
manusia dalam mewujudkan cit-cita nasional serta ikut menghadapi segala
hambatan,tantangan,rintangan dan gangguan yang ada dan yang mungkin
ada,melainkan pendidikan nasional.
BAB VII
PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
A. Pembangunan : Masa paradigma awal
Pembangunan
sebagai suatu kegiatan nyata dann berencana,
menjadi menonjol sejak selesainya Perang Dunia II. Dengan merdekanya
bangsa-bangsa yang tadinya berada di bawah jajahan negara kolonial, maka sejak
saat itu pulalah mereka mulai berkesempatan untuk membenahi nasib
masing-masing, dalam arti membangun negara dan kehidupan rakyatnya.
Dalam
pengertian sehari-hari yang sederhana, dapatlah disebutkan bahwa pembangunan
merupakan merupakan usaha yang di lakukan oleh suatu masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup mereka. Namun,
untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus diusahakan
suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang di maksudkan sebagai
pembangunan, yang secara umum dapat di terima oleh mereka yang ikut
membahasnya.
Dalam
membicarakan pembangunan sebagai suatu gejala sosial, maka di kalangan disiplin
ilmu-ilmu sosial pun terdapat bermacam-macam pandangan. Disamping disiplin
ekonomi, maka pembahasan mengenai pembangunan menonjol muncul pada disiplin-disiplin
sosiologi, politik, dan psikologi.
1.
Pandangan
psikologi
dari sekian banyak pembahasan mengenai pembangunan di
lingkungan disiplin psikologi, ada dua ulasan yang dapat dikatakan menonjol,
yakni yang di kemukakan oleh Hagen (1963) dan McCelland (1971). Walaupun telah
banyak penulis yang dalam pembahasannya mengemukakan bahwa pembangunan
menyangkut perubahan pada diri orang, tapi konsep yang di ajukan oleh dua tokoh
ini mencerminkan usaha untuk menyusun suatu teori pembangunan yang berorientasi
psikologis yang berpengaruh. Hagen (1962) memulai uraiannya dengan suatu
karakterisasi atas sistem-sistem sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat
yang masih tradisional, yang menurut pendapatnya merupakan suatu keadaan titik
tolak masa pra-pembangunan.
2.
Teori
David McCelland
Teori pembangunan yang
berorientasi psikologis yang di ajukan oleh McCelland dalam basis tertentu
mirip dengan yang di kemukakan oleh Hagen, tetapi berbeda dalam gaya dan
fokusnya . McCelland menekankan signifikasi yang utama dari masalah kepribadian
dan sosialisasi dari anggota suatu masyarakat yang mau membangun.
3.
Pembangunan
sebagai proses belajar
Dengan kompleksnya kehidupan itu sendiri, maka
wajarlah bila interpretasi tentang lingkup dan makna pembangunan juga menjadi
bervariasi, sesuai dengan latar belakang pengulasnya. Di kalangan ahli bidang
nonekonomi, sebenarnya sudah sejak lama terjalin kesepakatan, bahwa pembangunan
hendaknya tidak semata-mata sebagai usaha peningkatan kehidupan material saja,
melaikansama pentingnya dengan itu, adalah juga bidang nonmaterial kehidupan
manusia. Maka timbullah berbagai gagasan yang mnegusulkan dilengkapkannya
pengertian pembangunan begitu rupa, agar mencerminkan keseluruhan aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya yang bersifat non fisik.
Di antara konsep yang mengetengahkan aspek nonfisik
dari pembangunan, adalah yang memandang kegiatan ini sebagai suatu proses
pengolehan pengetahuan, informasi, keterampilan-keterampilan baru yang di
samping merupakan alat, juga sebagai hasil dari proses dari pembangunan bagi
mereka yang menjalaninya,
B. Tujuan Pembangunan
1.
Tujuan
Umum Pembangunan
Proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide
manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat
ideal terbaik yang dapat di bayangkan.
2.
Tujuan
khusus pembangunan
Tujuan jangka
pendek, biasanya dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program
tertentu. Pembangunan memang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pada
akhir dekade tahun 90-an muncul pandangan pembangunan dari perspektif
pengetahuan. Tinjauan ini disebut “ pengetahuan untuk pembangunan” atau
“pembangunan berbasis pengetahuan”. Menurut pandangan ini, pembangunan bukan
hanya di tentukan oleh modal, lahan dan tenaga kerja saja, tapi juga oleh suatu
faktor kunci yakni pengetahuan. Tanpa pengetahuan yang cukup, peningkatan
kehidupan suatu bangsa akan sukar untuk di capai.
Pandangan ini
mengawinkan pemahaman mengenai peran teknologi dalam pertumbuhan ekonomi dengan
kemajuan belakangan ini dalam hal bagaimana informasi mempengaruhi pasar, dan
mengambil kemungkinan bagaimana agar kaum misin paling mendapat manfaat dari
pengetahuan. Hal ini sebagian di dorong oleh trend ekonomi kotemporer seperti
revolusi informasi dan eksplosi industri padat informasi. Dengan demikian
hendak dijajaki apa saja implikasi pembangunan yang timbul dari pengetahuan
dalam pendidikan, kebijakan lingkungan dan finansial terhadap kaum miskin, dan
untuk peran pemerintah dan lembaga-lembaga lain.
C. Teori perubahan sosial
1.
Teori
evolusioner
Semua teori evolusioner
menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang di lalui oleh semua
masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan pertahapan yang sama dan
bermula dari tahap perkembangan awal menuju tahap perkembangan akhir. Di
samping itu, teori-teori evolusioner menyatakan bahwa manakala tahap terakhir
telah di capai, maka pada saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.
a.
Aguste
comte (1798-1857): tahap yang di lakukan oleh masyarakat : (1) tahap
theologis/yang di arahkan oleh niali-nilai supernatural; (2) tahap
metafisik?tahap peralihan dimana kepercayaan terhadap unsur adikodrati digeser
oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya
;(3) tahap positif/dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang di dukung
oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
b.
Harbert
spencer (1820-1903), ia menerapkan konsep “yang terkuatlah yang akan menang”
nya Darwin terhadap masyarakat. Ia berpandangan bahwa orang-orang yang malas
dan lemah yang akan tersisih. Pandangan ini kemudian di kenal sebagai “Darwinisme
Sosial” dan banyak dianut oleh golongan kaya.
c.
Lewis
Henry(1818-1881), melihat adanya tujuh tahap teknologi yang dilalui oleh
masyarakat, dari tahap perbudakan hingga tahap peradaban.
d.
Karl
Marx (1813-1883), sebagaimana halnya dengan para penganut evolusi lainnya, ia
melihat adanya serangkaian tahap kompleksitas teknologinya semakin meningkat,
dari tahap masyarakat pemburu primitif
ke masyarakat industrialis modern. Setiap tahap memiliki “metode produksi” yang
cocok untuk tahap tersebut dan unsur-unsur budaya lainnya diselaraskan dengan
cara tersebut.
2.
Teori
siklus
Para penganut teori
siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat,
tetapi meraka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir
pada tahap “terakhir” yang sempurna, melainkan beroutar kembali ke tahap awal
untuk peralihan selanjutnya.
a.
Oswad
spengler(1880-2936), berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses
pentahapan kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan
waktu sekitar seribu tahun.
b.
Pitirim
sorokin(1889-1968), ia berpandangan bahwa semua peradaban besar berada pada
siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir: (1)kebudayaan
ideasional yang didasari oleh nilai-nilai kepercayaan terhadap unsur
adikodrati/supernatural;(2) kebudayaan idealistis, dimana kepercayaan terhadap
unsur adikodrati dan rasionalitas yang didasarkan fakta bergabung dalam
menciptakan masyarakat ideal;(3) kebudayaan sensasi, dimana sensasi merupakan
tolak-ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
c.
Arnold
Toynbee(1889-1975), ia juga menilai
bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan
dan kematian. Keduapuluh-satu peradaban besar muncul untuk menjawab tantangan
tertentu, tetapi semuanya telah punah kecuali peradaban barat, yang dewasa ini
beralih menuju tahap kepunahannya.
3.
Teori
fungsional dan teori konflik
Baik teori
fungsional maupun teori konflik tidak termasuk dalam salah satu teori besar
yang di singgung terdahulu. Para penganut teori fungsional menerima perubahan
sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan “penjelasan” perubahan di
anggap mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada
saat perubahan tersebut telah di integrasikan ke dalam kebudayaan. Perubahan yang
ternyata bermanfaat (fungsional) diterima dan perubahan lain yang terbukti
tidak berguna (disfungsional) ditolak.
Banyak
penganut teori konflik mengikuti pola perubahan evolusionernya Marx, tetapi
teori konflik itu sendiri tidak memiliki teori perubahan tersendiri. Teori
konflik menilai bahwa yang konstan adalah konflik sosial, bukan perubahan.
Perubahan hanyalah akibat dari adanya konflik tersebut.
Beberapa Faktor penentu dan kadar
perubahan
a.
Lingkungan
fisik
Meskipun perubahan besar dalam
lingkungan fisik jarang terjadi, namun bila perubahan seperti itu benra-benar
terjadi, maka pengaruhnya sangatlah besar. Gurun pasir afrika utara adalah
daerah subur dan dihuni manusia. Perubahan iklim, erosi tanah, perubahan danau
yang secara lambat launmenjadi rawa-rawa. Begitu;ah prosesnya hingga pada
akhirnya tinggal gurun pasir semata. Walaupun perubahan semacam itu kadangkala
terjadi begitu lamasehingga banyak diantaranya tidak diperhatikan, tetapi
sangat berpengaruh terhadap kebudayaan.
b.
Perubahan
penduduk
Perubahan penduduk itu sendiri
merupakan suatu perubahan sosial. Di samping itu, perubahan penduduk juga
merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilaman suatu
daerah baru telah dipadati penduduk, maka kadar keramah-tamahan pun akan menurun,
kelompok sekunder akan bertmabah jumlahnya, struktur kelembagaan akan menjadi
lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan yang akan terjadi.
c.
Isolasi
dan kontak
Masyarakat yang terletak pada
persimpangan jalan lalu-lintas dunia selalu merupakan pusat perubahan. Karena
kebanyakan unsur kebudayaan masuk melalui difusi, maka masyarakat yang terdekat
hubungannya dengan masyarakat lain cenderung mengalami perubahan tercepat pula.
d.
Struktur
sosial
Struktur masyarakat mempengaruhi
kadar perubahan masyarakat secara halus dan pengaruhnya tidak dapat dilihat
secara langsung. Suatu masyarakat yang memberikan otoritas besar terhadap orang
yang sangat tua, seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat China klasik
selama beberapa abad, cenderung bersifat konservatif dan stabil.
BAB VIII
INOVASI PENDIDIKAN
A.
Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi Pendidikan adalah inovasi dalam bidang
pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi
pendidikan ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai
hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa
hasil invensi atau diskaveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi
pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan,
baik sistem dalam arti sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan yang
lain, maupun sistem pendidikan dalam arti luas misalnya sistem pendidikan nasional.
(Mahmud Sani, 2009:160). Inovasi Pendidikan adalah
suatu pembaharuan dalam pendidikan baik menyangkut ide, praktek, metode atau
obyek dan secara kualitatif berbeda dari hal-hal yang ada sebelumnya dan
sengaja di usahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan
pendidikan dan memecahkan masalah pendidikan. Dengan demikian inovasi
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran, ini
berarti bahwa inovasi apapun yang tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan
atau pembelajaran tidak patut untuk diadopsi, dan dalam konteks ini peran guru
akan sangat menentukan dalam adopsi inovasi pada proses pendidikan atau
pembelajaran, oleh karena itu dalam menyikapi suatu inovasi, diperlukan suatu
pemahaman yang baik, hal ini dimaksudkan agar inovasi dapat memberi nilai
tambah bagi dunia pendidikan.
B.
Sasaran Inovasi Pendidikan
Setelah membahas pengertian inovasi
pendidikan, maka berikut ini akan diuraikan tentang sasaran inovasi
pendidikan. Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi
pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
1. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang
sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan
guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun
efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang
hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara
lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa
maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan
seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat
sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai
dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya
memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan.
Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena
mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya
yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu
ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran
yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter,
sebagi motivator dan lain sebagainya (Wright, 1987).
2.
Siswa
Sebagai
obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada
paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses
inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari
pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga
apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus
dilaksanakan dengan konsekuen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah
pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima
pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan
sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai
dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak
saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi
resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3. Kurikulum
Kurikulum
pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam
pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan
unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti
program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan
berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam
pembaharuan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan
kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan
tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
4. Fasilitas
Fasilitas,
termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan
pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi
kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka
pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan
baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang
esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu,
jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
5. Lingkup
Sosial Masyarakat
Dalam
menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat
dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif,
dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara langsung atau tidak
langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang
ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih
baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa
merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan
masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan
pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.
C. Ciri-ciri
Inovasi Pendidikan
Ciri-ciri inovasi pendidikan dapat dikenal dengan beberapa identifikasi,
namun menurut ashby 1967 ada empat:
1. Ketika masyarakat/orang tua
mulai sibuk dengan peran keluar sehingga tugas pendidikan anak sebagian digeser
dari orang tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah.
2. Terjadi adopsi kata yang
ditulis ke instruksi lisan.
3. Adanya penemuan alat untuk
keperluan percetakan yang mengakibatkan ketersediaan buku lebih luas.
4. Adanya alat elektronika yang
bermacam-macam radio, telepon, TV, computer, LCD proyektor, perekan internet,
LAN, dsb ).
Jadi dapat dikatakan bahwa antara inovasi pendidikan dengan teknologi
pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Inovasi
merupakan obyek dan teknologi pendidikan merupakan subyeknya. Dalam inovasi
pendidikan butuh SDM dan peralatan yang menunjang inovasi pendidikan,
sebaliknya SDM dan alat tidak akan berfungsi tanpa digunakan untuk
sasaran/tujuan yang pasti dan bermanfaat dimasa datang.
Inovasi termasuk inovasi pendidikan merupakan
pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru, atau berupa praktik-praktik
tertentu, atau berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-teknologi
yang diterapkan melalui tahapan tertentu, yang diyakini dan dimaksudkan untuk
memecahkan persoalan yang timbul, memperbaiki suatu keadaan tertentu, atau
proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Difusi inovasi pendidikan
sering diartikan sebagai penyebarluasan gagasan inovasi pendidikan tersebut
malalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran
tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial
masyarakat.
Rogers
(1983) mengemukakan empat ciri penting yang mempengaruhi difusi inovasi,
termasuk inovasi pendidikan, yaitu: esensi inovasi itu sendiri, saluran komunikasi, waktu dan proses
penerimaan dan sistem sosial.
a. Esensi
Inovasi Itu Sendiri.
Inovasi termasuk inovasi pendidikan adalah inovasi
adalah suatu ide, gagasan, praktik atau objek/benda yang disadari, dan diterima
sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk di adopsi. Namun
demikian, proses adopsi inovasi ini tak datang dengan serentak tiba-tiba. Dalam
kaitannya dengan esensi inovasi, paling tidak ada tiga hal yang berkaitan erat,
yaitu teknologi, informasi dan pertimbangan ketidakpastian, dan reinovasi.
Dalam kadar tertentu, makna inovasi sering identik dengan teknologi yang
digunakan.
Kata “teknologi” diartikan
sebagai “a design for instrumental action
that reduces the uncertainty in the cause effect relationship involved in
achieving in desired outcomes” (teknologi adalah suatu desain aksi kegiatan
yang ditempuh guna mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat dari
hasil yang ingin dicapai). Adanya teknologi, termasuk pemanfaatan teknologi
informasi dalam difusi inovasi antara lain untuk menjawab persoalan dalam hal
mengurangi ketidakpastian masa depan.
Sebagai ilustrasi mislanya,
ketika sekolah menggulirkan program desentralisasi sekolah melalui mekanisme
komite sekolah dan peran kepala sekolah dengan semangat manajemen yang
bercirikan keterbukaan (transparancy)
dan pertanggung jawaban (accountability)
dalam mengelola sekolah ke arah raihan mutu pendidikan yang lebih baik.
b. Saluran
Komunikasi
Komunikasi
merupakan suatu proses dimana partisipan berbagai informasi untuk mencapai
pengertian satu sama lain. Lasswell (1948) menyebut komponen dasar komukasi
adalah “who say what, in what channels,
to whom and in with what effects”. Komunikasi adalah sesuatu yang berkaitan
dengan “siapa mengatakan atau mengemukakan apa, dengan saluran komunikasi apa,
kepada siapa, dan dengan dampak apa (hasil yang dicapai)”.
c. Waktu dan Proses Penerimaan
Waktu
merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Proses keputusan
inovasi pada hakekatnya adalah suatu proses yang dilalui individu atau
kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, dilanjutkan dengan keputusan
sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan untuk menerima atau menolak,
implementasi inovasi, dan konfirmasi atas keputusan inovasi yang dipilihnya.
Berikut adalah tahapan dari model proses keputusan inovasi, yang dapat
dilakukan oleh praktisi pendidikan hingga peserta didik, yaitu:
1) Tahap
Pengetahuan (Knowledge)
Tahap ini berlangsung apabila individu/kelompok,
membuka diri terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana
fungsi dan peran inovasi tersebut memberi konstribusi perbaikan di masa
mendatang.
2) Tahapan
Bujukan (Persuation)
Tahap ini berlangsung manakala individu atau
kelompok, mulai membentuk sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi
terhadap inovasi.
3) Tahap Pengambilan
Keputusan (Decision Making)
Tahap dimana seseorang atau kelompok melakukan
aktifitas yang mengarah kepada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
tersebut.
4) Tahap Implementasi (Implementation)
Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau
kelompok menerapkan atau menggunakan inovasi itu dalam kegiatan organisasinya.
5) Tahap
Konfirmasi (Confirmation)
Tahap dimana seseorang atau kelompok mencari
penguatan terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
d. Sistem Sosial
Sistem sosial
merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam tatanan
masyarakat, dalam mencari tujuan yang diharapkan (a social system is defined as a set of interrelated units that are
engaged in joint problem solving to accomplish a common goal). Beberapa hal
yang dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan,
antara lain: individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal,
tokoh agama, kelompok tertentu dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata baik langsung atau tidak
langsung mempengaruhi dalam proses difusi inovasi yang dilakukan.
D.
Prinsip Inovasi Pendidikan
Peter M. Drucker seorang penulis
terkenal dalam bukunya Innovation
and Enterpreneurship mengemukakan
beberapa prinsip inovasi:
1. Inovasi memerlukan analisis berbagai kesempatan dan
kemungkinan yang terbuka. Artinya suatu inovasi hanya dapat terjadi kalau kita
mempunyai kemampuan analisis.
2. Inovasi sifatnya konseptual dan perseptual, artinya yang bermula dari
suatu keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat diterima
masyarakat.
3. Inovasi harus dimulai dengan yang kecil. Tidak semua inovasi dimulai
dengan ide-ide yang sangat besar yang tidak terjangkau oleh kehidupan nyata
manusia. Dari keinginan yang kecil untuk memperbaiki suatu kndisi atau suatu
kebutuhan hidup ternyata kelak mempunya impact yang sangat luas terhadap kehidupan manusia selanjutnya.
4. Inovasi diarahkan kepada kepemimpinan atau kepeloporan. Inovasi selalu
diarahkan bahwa hasilnya akan menjadi suatu pelopor dari suatu perubahan yang
diperlukan. Apabila tidak demikian maka intensi suatu inovasi kurang jelas dan
tidak memperoleh apresiasi dalam masyarakat
E. Faktor-Faktor Pemercepat
Inovasi
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemercepat inovasi dilihat dari internal dan eksternal yaitu :
1. Faktor
Internal
a. Motivasi
Diri
Motivasi diri, seperti ingin maju, ingin
berkembang, ingin mencoba, ingin dipuji, ingin bersaing .
b. Komitmen
Merupakan wujud dari janji kebersamaan
akan mempercepat proses inovasi karena setiap yang terlibat didalamnya mertasa
bertanggungjawab terhadap isi komitmen yang dibuat bersama.
c. Tersedianya
Sumber Daya Manusia (SDM)
Maksudnya terdapat sumber daya manusia
yang baik. Kelompok-kelompok ini akan membawa dampak positif sehingga mampu
untuk membujuk pihak-pihak yang masih ragu akan program inovasi .
d. Melanjutkan
Konsep
Artinya di lingkungan sekolah belum ada
menjadi menciptakan konsep, sudah ada konsep untuk segera diwujudkan, sudah ada
konsep tetapi belum optimal, maka perlu pengoptimalan.
e. Kepala
Sekolah
Mengenai gaya kepemimpinan dan
peran sebagai innovator.Gaya kepemimpinan disorot oleh Made Pidarta (2004
: 227) dalam ragam gaya kepemimpinan Pembina / pengembang, yang
menekankan efektivitas dan individu bawahannya. Pemimpin ini selalu berusaha
untuk mengembangkan potensi setiap bawahannya.
Sedangkan dalam E. Mulyasa (2008
: 119) kepala sekolah sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan, dan
melaksanakan berbagai pembaruan di sekolah.
2. Faktor
Eksternal
Pujian, Reward atau
penghargaan, ini diberikan kepada pihak pemrakarsa atau kelompok yang telah
sukses melakukan inovasi. Diharapkan ini akan memacu inovasi-inovasi yang lain.
Tersedianya dana, baik
itu dana yang berasal dari komite sekolah, blockgrant atau bantuan langsung
dari pemerintah pusat. Inovasi akan berjalan cepat, karena umumnya kegiatan
inivasi berbanding lurus dengan biaya.
Peran Komite Sekolah,
peran yang dimaksud adalah peran yang nyata. Komite sekolah yang mampu
mempercepat inovasi adalah komite sekolah yang mampu menggali dana dan dukungan
non material dari berbagai pihak.
BAB IX
PELAKSANAAN
INOVASI PENDIDIKAN
A. Pengertian dan Hakikat Inovasi Pendidikan
Di dalam
Kamus Besar Bahsa Indonesia, Inovasi di artikan pemasukan atau pengenalan
hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada yang sudah
dikenal sebelumnya (gagasan,metode, atau alat).
Maksud
pengertian Inovasi pendidikan disisni ialah suatu perubahan yang baru dan
bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu
dalam pendidikan.
Maksud kata “
baru “ dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum dipahami, diterima,
atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi meskipun mungkin bukan merupakan hal
yang baru lagi bagi orang lain. Sementara itu, maksud kata “kualitatif” adalah
bahwa inovasi tersebut memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali
unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan adalah
inovasi. Pembaharuan (inovasi) diperlukan bukan saja dalam bidang teknologi,
tetap juga di segala bidang termasuk bidang pendidikan.pembaruan pendidikan
diterapkan didalam berbagai jenjang pendidikan juga dalam setiap komponen
system pendidikan. Sebagai pendidik, kita harus mengetahui dan dapat menerapkan
inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses pembelajaran yang kondusif
sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal. Kemajuan suatu lembaga pendidikan
sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan yang rill dari
siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak akan
meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi
di dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan
yang ada.
B.
Cara-Cara
Pelaksanaan Inovasi
Inovasi pendidikan merupakan perubahan pendidikan yang di dasarkan atas
usaha-usaha sadar, terencana, berpola, dalam pendidikan yang bertujuan untuk
mengarahkan sesuai dengan kebutuhan yang di hadapi dan tuntutan zamannya. Dalam
inovasi pendidikan, gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu
memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan oleh cara-cara tradisional yang
bersifat komersial.
Di samping sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan dan tuntutan
zaman, inovasi pendidikan juga merupakan usaha aktif untuk mempersiapkan diri
menghadapi masa datang yang lebih memberikan harapan sesuai dengan cita-cita
yang di inginkan. Ada beberapa cara untuk pelaksanaan Inovasi pendidikan
diantaranya adalah :
1.
Otonomi Pendidikan sebagai Langkah Awal
Dalam
beberapa tahun belakangan, upaya menuju pembenahan sector pendidikan difokuskan
pada penataan kewenangan pusat dan daerah. Daerah perlu memiliki peluang untuk
mengembangkan pendidikan sesuai kebutuhan dan potensinya. Sementara itu, pusat
mengurus hal- hal yang strategis pada tatanan nasional, yaitu pengembangan kurikulum
nasional, bantuan teknis, bantuan dana, monitoring, pembakuan mutu, pendidikan
moral dan karakter bangsa, serta peberian kesempatan pendidikan pada kelompok
masyarakat kurang beruntung.
Desentrlisasi
pendidikan merupakan dampak dari desentralisasi pemerintahan yang merupakan
wujud UU No. 22 Tahun 1999. Desentralisasi pendidikan bisa dikatakan langkah
awal dari reformasi pendidikan. Sebab, desentralisasi pendidikan merupakan
suatu upaya menemukan paradigm baru untuk menemukan falsafah dan system pendidikan
nasional. Karena itu, desentralisasi pendidikan harus senantiasa diterapkan
dalam kerangka system pendidikan nasional sebagai wahan auntuk memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam
menghadapi pasar global.
Desentralisasi pendidikan secara hakiki tidak akan
menciptakan suatu disintegrasi dalam system pendidikan nasional. Standard
kompetensi pendidikan lulusan diberbagai lembaga daerah dengan daerah lainnya
tetap sama, yang berbeda adalah pada implementasi prosesnya, sesuai dengan
kondisi dan situasi daerah setempat.
Desentralisasi pendidikan bukanlah sekedar dekonsentrasi
di bidang pendidikan yang kekuasaannya di serahkan pemerintah pusat kepada
daerah otonom. Desentralisasi pendidikan berkenaan dengan masalah yang sangat
mendasar,yaitu pendidikan adalah milik rakyat, proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari suatu bangsa.
Pendidikan sebagai proses pembudayaan tidak terlepas dari
tuntutan-tuntutan hidup bersama masyarakat yang berbudaya. Meminjam pendapat
HAR Tilaar, desentralisasi pendidikan mempunyai dua tuntutan, yaitu
akuntabilitas horizontal diartikan bahwa akuntabilitas terhadap masyarakat
sebagai pemiliknya dan akuntalibitas vertical didalam hidup bersama sebagai
satu bangsa, maka pendidikan juga mempunyai fungsi di dalam pengembangan bangsa
Indonesia.
Dua hal pokok sebagai implementasi desentralisasi
pendidikan. Pertama, Manajemen
Berbasis Sekolah (School Based
Management).
Konsep ini
secara hakiki adalah pemberian otonomi kepada sekolah dalam menyelenggarakan
kegiatan pendidikan. Dalam hal ini sekolah wajib memberdayakan atau melibatkan
peran serta atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan rumah tangga sekolah,
dengan tetap mengacu pada kerangka kebijakan nasional. MBS dilaksanakan agar
sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya sesuai dengan prioritas kebutuhan
dan tanggap terhadap kebutuhan setempat. Kedua, pendidikan yang berbasis
masyarakat (Community Based Education). Selama ini masyarakat memiliki potensi
yang besar untuk untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
setempat dengan mengandalkan kekuatan dan sumber daya yang ada di masyarakat.
2.
Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru
Bangsa
dan masyarakat kita sangat membutuhkan para guru yang mampu mengangkat citra
pendidikan yang terkesan carut-marut, sehingga muncul kesulitan bagaimana harus
di mulai, kapan dan siapa yang memulainya, serta dari mana harus di mulai. Satu
hal yang menjadi titik perhatian kita adalah “bagaimana merancang guru masa
depan kita”. Guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan dan
keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil
pembelajaran secara optimal. Selanjutnya memiliki kepekaan dalam membaca
tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berfikiran maju
3.
Strategi Pembelajaran
Istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, di pakai dalam banyak
konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks pembelajaran,
strategi berarti pola umum perbuatan guru/murid dalam perwujudan kegiatan
pembelajaran. Dengan demikian, konsep strategi merujuk kepada
karakteristik abstrak rentetan perbuatan
murid atau guru di dalam pembelajaran.
J.R David
dalam Teaching Strategies for College Class Room (1976), mengemukakan, “A plan,
method, or series of activities designed to achieves a particular education
goal”. Menurut pengertian ini strategi meliputi rencana, metode dan perangkat
kegiatan yang di rencanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Untuk
melaksanakan strategi tertentu di perlukan seperangkat metode pengajaran. Suatu
program pengajaran yang di selenggarakan oleh guru dalam satu kali tatap muka,
biasanya di laksanakan dengan berbagai metode, seperti ceramah, diskusi kelompok,
maupun tanya jawab. Keseluruhan metode ini termasuk media pendidikan yang di
gunakan untuk menggambarkan strategi pembelajaran.
Strategi dapat di artikan sebagai a plant of operation
achieng something, “rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu”. Sedangkan metode
ialah a way in achieving something “cara untuk mencapai sesuatu”. Metode
pengajaran termasuk dalam perencanaan kegiatan atau strategi.
Strategi pembelajaran merupakan rancangan dasar bagi
seorang guru tentang cara ia membawakan pengajarannya di kelas secara
bertanggung jawab. Strategi pembelajaran adalah hal yang sangat penting bagi
seorang guru dalam proses pembelajaran. Paling tidak ada tiga jenis strategi
yang berkaitan dengan pembelajaran. Mengenai strategi pengajaran menekankan
pada media apa yang di pakai untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar
apa yang di lakukan siswa, dan dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana.
Strategi pengelolaan menekankan pada penjadwalan
penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian
pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa.
C.
Contoh
Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
1. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
2. Pengajaran dengan sitem modul
3. Proyek Pamong
4. SMP Terbuka
5. Kuliah Kerja Nyata (KKN)
6. Radio Pendidikan
7. Televisi Pendidikan
8. Sekolah Unggulan
9. Proses Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, Syaiful. 2014. Konsep dan Makna Pembelajaran ‘Untuk
Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar’. Bandung: Alfabeta
Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana
Ihsan, Drs. H Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Siswoyo, Dwi. dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press.
Tirtarahardja, Prof. Dr. Umar. & Sulo, Drs. S. L.
La. 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sejarah
Pendidikan Indonesia / S.Nasution. , Jakarta : Bumi Aksara, 2001.
Drs.
Soelaiman Joesoel dan Drs. Slamet
Santoso. Pengantar pendidikan sosial. Surabaya : usaha nasional, 1981..
Mardiatmadja, B. S. 1984. Tantangan Dunia Pendidikan.
Yogyakarta : Kanisius.
Hafid, Anwar dkk. 2014, Bandung,
Alfabeta
Horton, B.paul. Sosiologi jilid 2. 1984. Jakarta.
Erlangga
Nasution, zulkarimen. Komunikasi pembangunan
pengenalan teori dan penerapannya edisi revisi. 2007. Jakarta : raja grafindo
persada.
Wahyudin,
Din Dan Rudi Susilana.Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran.2006. “Kurikulum Dan Pembelajaran”. Bandung:
UPI
Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta
Udin Saefudin Sa’ud, 2008. Inovasi Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta
Hasbullah.2006. Dasar-dasar
llmu pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wijaya, Cece dan Djaja Jujuri, A.
Tabrani Rusyam (1991) Upaya Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan dan
Pengajaran. Penerbit PT Remaja Rosdakarya-Bandung.
B.Suryosubroto.1990. Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar