K-LINK

Minggu, 12 Juni 2016

CONTOH BUKU PENGANTAR PENDIDIKAN

BAB I
HAKEKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A.  Hakekat Pendidikan
Sebuah teori yang terbentuk dimaksud sebagai sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu juga yang menerangkan dan memberi prediksi. Menurut Mudyharjo (2001) ia menjelaskan bahwa sebuah teori yang berisi konsep-konsep, memiliki fungsi sebagai berikut: (1) sebuah asumsi atau konsep-konsep yang dijadikan sebagai dasar dan titik tolak dalam pemikiran sebuah teori; kemudian (2) sebagai definisi konotatif atau definisi denotatif yang berarti bahwa konsep-konsep digunakan untuk menyatakan sebuah makna dari beberapa istilah yang digunakan dalam menyusun sebuah teori. Sebuah teori pendidikan merupakan sebuah kumpulan sistem dari konsep-konsep yang berbeda-beda tapi menyatu atau terpadu, yanng berfungsi menerangkan dan memprediksi suatu peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan pendidikan. Jadi  teori pendidikan tersebut memiliki peran sebuah titik tolak bagi pemikiran yang berkaitan dengan pendidikan dan juga berperan untuk menerangkan dan memprediksi sebuah makna dari konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan.
Gambaran dari suatu proses pendidikan jika dilihat dari teori pendidikan menurut fakta yang ada bahwa suatu proses pendidikan dilaksanakan melalui suatu kegiatan atau aktifitas dari sekelompok orang yang mengajar dan menerangkan sebuah konsep-konsep terhadap sekelompok orang-orang muda dan secara perspektif memberi pentunjuk bahwa pendidikan merupakan sebuah wadah yang digunakan untuk menampung tujuan-tujuan baik yang sebagai usaha pembangunan masa depan yang baik bagi para peserta didik namun tetap tidak terlepas dari kontrol para pihak pengajar. Pemahaman dari konsep pendidikan tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan memiliki sasaran utama yaitu manusia, yang mengadung banyak aspek-aspek yang bersifat kompleks.
Ada beberapa sudut pandang yang dapat digunakan untuk memahami suatu proses pendidikan, salah satunya melalui sudut pandang keilmuwan seperti antaralain:
1.        Sosiologi yaitu memandang proses pendidikan melalui aspek sosial, yang memberi arti bahwa pendidikan merupakan usaha pewarisan dari generasi kegenerasi dari waktu kewaktu.
2.        Antrophologik yaitu memandang proses pendidikan sebagai enkulturasi yaitu proses pemindahan budaya dari generasi kegenerasi.
3.        Psikologik yaitu memandang proses pendidikan dari aspek perilaku individu, yaitu mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal.
4.        Ekonomi yaitu memandang proses pendidikan sebagai usaha penamaman modal insani (human capital) yang dapat meningakatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
5.        Politik yaitu memandang proses pendidikan sebagai proses menjadi warga negara yang diharapkan (civilisasi) sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh.

Pengetahuan tentang sebuah makna dan bagaimanan semestinya proses pendidikan itu dilaksanakan merupakan pengertian dari teori pendidikan, sedangkan praktek pendidikan merupakan proses yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan secara nyata. Bagi mereka yang bergelut di dunia pendidikan harus menguasai kedua hal diatas. Sebuah pengajaran dalam proses pendidikan secara nyata akan mampu mencapai sasaran apabila didasari oleh teori-teori tertentu. Juga perlu diketahui bahwa pengajaran tersebut pada hakekatnya merupakan sebuah proses komunikasi, maka perlu dikuasai teori komunikasi yang tepat. Seorang yang berprofesi sebagai guru seringkali dalam melakukan proses pengajaran selalu mencari cara yang tepat agar apa yang dia sampaikan dapat dipahami dan dapat menambah kepustakaan bagi para peserta didik.
Ada beberapa pendapat yang dijelaskan oleh para ahli mengenai teori pendidikan salah satunya oleh O’Connor, ia berpendapat bahwa suatu teori pendidikan perlu memiliki sebuah syarat-syarat tertentu, seperti berfikir logis yang berarti berfikir secara lurus dan benar dengan asumsi-asumsi yang mendasar, berfikir secara deskriptif yang berarti memaparkan secara jelas dan memberi penerangan mengenai suatu proses. Penyusunan dari teori pendidikan dijadikan sebagai latar belakang yang sebenarnya dan dijadikan sebagai pemikiran yang logis dari praktek pendidikan yang bersifat berstruktur.
Istilah berstruktur memberi makna bahwa pendidikan memiliki tujuan yang hakekatnya untuk mencapai kesejateraan yang baik bagi para peserta didik. Jadi hakikat teori pendidikan yang dihasilkan bersifat menyeluruh dan dapat membantu proses pendidikan dimana pun, dan tidak berhubungan dengan proses pendidikan dalam konteks tradisional, tetapi di susun untuk proses pendidikan dalam konteks tradisional. Jadi, proses pendidikan dapat diartikan sebagai proses usaha perubahan tingkalaku dari peserta didik kearah yang lebih baik dan mandiri sebagai anggota masayarakat dimana dia berada, melalui kegiatan pembimbingan dan hal-hal lain yang bersifat mengajar secara formal maupun nonformal diluar sekolah.
B.  Hakekat Manusia
Manusia merupakan satu jenis makhluk hidup yang berhimpun dan memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jenis makhluk hidup lainnya. Tetapi jika dilihat dari segi biologisnya antara hewan dan manusia tidak dapat dibedakan, yang membedakannya adalah sifat-sifat yang terdapat dalam kehidupan rohaninya, yang berarti manusia mempunyai potensi akal budi.
Melalui potensi ini manusia dapat memahami hal-hal yang tidak nyata tapi dapat membuat tidak nyata suatu hal-hal yang tidak nyata dengan kemampuan akal budinya tersebut sehingga terdapat perbedaan antara manusia dan hewan. Karena memiliki akal tersebut, manusia menciptakan hal-hal yang bermoral sebagai aturan hidup yang sering disebut sebagai norma yang menjadi pembimbing dalam melakukan aktifitas dilingkungan masyarakat. Manusia juga mampu menciptakan kebudayaan dan peradaban, dan mampu mengubah hasil alam menjadi benda-benda yang bernilai budaya tinggi.
Kehidupan dari manusia selalu berubah, sangat bergantung pada pengharapan, tujuan hidup, kebahagiaan hidup, penderitaan yang manusia alami dalam kehidupan bermasyarakat. Kini posisi manusia berada pada abad modern atau cybernitica, yaitu abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimana, manusia berlomba-lomba menggunakan akal pikiran mereka yang telah mereka asa melalui proses pendidikan, untuk menghasilkan suatu penemuan serta teknologi canggih yang baru serta lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia.
C.  Hakekat Manusia dan Pendidikan
Sasaran utama dari pendidikan adalah manusia, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada didalam diri peserta didik. Namun, mungkin pendidikan dalam arti yang sempit telah berlangsung sejak lama bagi kehidupan manusia, seperti antaralain mengajarkan bagaimana menghadapi hidup, berjuang menghadapi serangan dan lain sebagainya. Atas dasar tersebut memberi gambaran bahwa pendidikan dimulai sejak manusia itu ada.
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka apakah sistem pendidikan, teori pendidikan, peralatan pendidikan, filsafat pendidikan, dan sebagainya telah dapat menjawab tantangan zaman dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini.
Melalui hubungan diatas memperjelas bahwa dalam teori pendidikan yang menjadi pertimbangan penting adalah mengenai pengertian dasar tentang manusia matearilis-spritual yaitu terbentuknya suatu individu, historisitas yaitu merupakan pertumbuhan dan perkembangan individu secara berkelanjutan dengan memperhatikan latar belakang keadaan sekarang dan masa yang akan datang, proses sosial, etis yaitu terbentuknya keterkaitan struktur kejiwaan individu dan tata pergaulan dengan nilai-nilai kesusilaan agar dapat dicapai ketentraman, ketenangan, dan religius yaitu manusia berhadapan dan berhubungan dengan penciptanya yaitu Tuhan.
Oleh karena itu tugas para pendidik dapat dilakukan secara konkrit dan tepat sasaran apabila pendidik memiliki pandangan yang jelas tentang hakekat manusia. Pandangan ini yang akan membentuk pola karakteristik manusia, pola ini dapat menjadi landasan dan pedoman bagi pendidik dalam menyusun strategi dalam proses melaksanakan interaksi pendidikan.
Pandangan yang jelas dan benar tentang hakekat manusia sangat diperlukan oleh pendidik agar pengembangan kajian tentang pendidikan dapat dilakukan secara tepat.
                                       







BAB II
LANDASAN DAN ASAS PENDIDIKAN

A.  Pengertian Landasan dan Asas Pendidikan.
Dasar atau landasan pendidikan adalah landasan berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu universal, namun bagi suatu masyarakat, pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan filsafat dan atau pandangan hidup serta berlangsung dalam latar belakang sosial budaya masyarakat tersebut.
Asas pendidikan adalah prinsip atau kebenaran yang menjadi tumpuan berfikir, baik pada perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Asas pendidikan ini akan memberi corak khusus pada penyelenggaraan pendidikan, sehingga akan memberi corak pada hasil pendidikan bagi suatu masyarakat. Asas pendidikan dapat dikatakan juga sebagai ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau pegangan dalam melaksanakan pendidikan agar tujuannya tercapai dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
B.  Macam-macam Landasan Pendidikan
1.        Landasan Filosofis
Landasan filosofis berkaitan dengan kajian mengenai makna terdalam atau hakikat pendidikan. Filsafat sebagai kajian khusus formal seperti logika, epistemologi, etika, estetika, theologi, metafisika, filsafat ilmu, filsafat pendidikan, dan lain-lain, dipakai sebagai landasan bagi pendidikan dan sangat besar pengaruhnya bagi pendidikan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut diterapkan dalam pendidikan. Misalnya, keberadan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, hakekat masyarakat dengan kebudayaannya, keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang selalu menghadapi tantangan.


2.        Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Kegiatan pendidikan itu merupakan suatu proses interaksi antar pendidik dengan peserta didik, antara generasi satu dengan generasi yang lainnya. Kajian sosiologi pendidikan sangat esensial, karena merupakan sarana untuk memahami system pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat. Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a)      Ada interaksi di antara para warganya.
b)      Pola tingkah laku para warganya diatur dengan institusi tertentu
c)      Ada rasa identitas yang kuat mengikat para warga.
3.        Landasan Kultural
Kebudayaan adalah keseluruhan hasil cipta rasa dan karya manusia. Jelasnya, setiap manusia sebagai anggota masyarakat, pasti memiliki budaya. kepercayaan, kesenian, moral, norma dari cara, kebiasaan, tata kelakuan sampai, adat istiadat dan hukum serta berbagai kemampuan manusia berupa teknologi, semuanya merupakan kebudayaan. Budaya dalam masyarakat ini juga menjadi landasan bagi pendidikan.
4.        Landasan Historis
Kehidupan manusia mempunyai sejarah yang panjang sehingga manusia tidak mampu melacak titik awal kapan mulainya kehidupan ini. Sejak manusia hidup, sata itu pula pendidikan ada, dari yang paling sederhana sampai pada pendidikan yang sangat kompleks seperti sekarang ini. Keadaan dan pemikiran tentang pendidikan sejak zaman kuno seperti Mesir, India, Yunani, dan Romawi pada saat itu, pendidikan pada zaman pertengahan dan renaissance, pendidikan abad 17, 18, 19, dan abad 20 merupakan pemikiran-pemikiran yang penting sampai saat ini. Di Indonesia, pendidikan sejak zaman purba, zaman Hindu Budha, mulainya pengaruh Islam, masa penjajahan Belanda, Jepang dan usaha-usaha ke arah pendidikan nasional hingga sekarang, merupakan bahan pemikiran atau kajian yang sangat penting bagi pendidikan kita saat ini dan esok. Semuanya ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari landasan historis. Jelasnya pendidikan memiliki perspektif kesejarahan.
5.        Landasan Psikologis
Kegiatan pendidikan melibatkan aspek kejiwaan manusia. Karena itu landasan pendidikan psikologi merupakan salah satu landasan pendidikan yang penting. Pada umumnya pendidikan berkaitan dengan pemahaman dan penghayatan akan perkembangan manusia, khususnya dalam proses belajar mengajar. Jadi pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Beberapa contoh aspek kejiwaan tersebut adalah perbedaan individual karena perbedaan aspek kejiwaan, misalnya bakat, minat kecerdasan dan lain-lain, kebututhan dasar yang bermacam-macam pada manusia dan perkembangan peserta didik termasuk perkembangan kepribadian peserta didik, perkembangan kognitif, perkembangan moral, intelligensi, teori belajar, semuanya mendasarkan pada teori-teori yang ada di psikologi.
6.        Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai hubungan yang sangat erat. IPTEK merupakan salah satu materi pengajaran sebagai bagian dan pendidikan. Jadi, peran pendidikan dalam pewarisan dan pengembangan IPTEK sangat penting. Di satu sisi perkembangan IPTEK akan segera diakomodasi oleh pendidikan, di sisi lain pendidikan sangat dipengauhi oleh perkembangan IPTEK, sehingga tersedia berbagai informasi yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dijadikan progam, alat dan cara kerja teknologi pendidikan. Memperhatikan kaitan yang sangat erat antar pendidikan dengan IPTEK ini, maka IPTEK merupakan salah satu landasan pendidikan yang penting.



7.        Landasan Politik
Politik sebagai cita-cita yang harus diperjuangkan melalui pendidikan, dimaksudkan agar tujuan dan citi-cita suatu bangsa dapat tercapai. Caranya dilakukan dengan menanamkan pengertian akan peranan kekuasaan, hak dan kewajiban, ideologi serta berbagai aturan  yang harus ditaati oleh setiap warga negara di tiap-tiap negara yang bersangkutan, supaya negaranya lestari. Penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban, nilai-nilai demokrasi merupakan tanda bahwa di dalam pendidikan menggunakan landasan politik. Demikian juga kalau dalam pendidikan ada materi pendidikan kewarganegaraan, maka pertanda juga bahwa di dalam pendidikan itu ada landasan politiknya.
8.        Landasan Ekonomi
Makna pembangunan di lihat dari ekonomi itu adalah adanya pertumbuhan ekonomi, industriliasi, modernisasi, pertumbuhan dan perubahan teknologi, institusi dan nilai, serta adanya penurunan kemiskinan. Memang tidak sembarang pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ini tergantung dari pendidikan apa dan mutu pendidikan yang seperti apa. Peran pendidikan untuk menumbuhkan perekonomian akan signifikan jika diikuti dengan penggunaan teknologi yang memedahi. Peran pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan tidak dapat dipisahkan dari peran kapital (modal), teknologi, informasi, mobilisasi, dan tabungan individual.
9.        Landasan Yuridis
Oleh karena pendidikan melekat pada masyarakat tertentu, lalu masyarakat itu menginginkan pendidikan yang sesuai dengan latar belakang masyarakat tersebut. Supaya pendidikan tidak melenceng dari keinginan masyarakat itu, maka perlu diatur dalam regulasi yang berlaku di masyarakat atau bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan yang dipakai dituangkan dalam UUD 1945 yang berlaku bagi masyarakat atau bangsa Indonesia. Demikian halnya di negara-negara lain, tidak mustahil jika sistem pendidikan yang dianut  di negara tersebut juga diatur dalam peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negara tersebut. Jadi pendidikan menggunakan landasan yuridis atau legal.
C.  Macam-macam Asas Pendidikan
1.      Asas ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang berarti di depan pendidik memberi contoh, di tengah memberi dorongan, di belakang memberi pengaruh agar menuju kebaikan.
2.      Asas pendidikan sepanjang hayat, yang berarti pendidikan itu dimulai dari lahir sampai mati.
3.      Asas semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta artinya pendidikan itu terbuka bagi seluruh rakyat dan seluruh wilayah negara. Menyeluruh atrinya mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Terpadu artinya saling berkaitan antar pendidikan dengan pembangunan nasional.
4.      Asas manfaat, yang berarti pendidikan harus mengingat kemanfaatannya bagi masa depan peserta didik, bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama.
5.      Asas usaha bersama, yang berarti bahwa pendidikan menekankan kebersamaan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
6.      Asas demokratis, yang berarti bahwa pendidikan harus dilaksanakan dalam suasana dan hubungan yang proporsional antara pendidik dengan peserta didik, ada keseimbangan antara hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
7.      Asas adil dan merata, yang berarti bahwa semua kepentingan berbagai pihak harus mendapat perhatian dan perlakuan yang seimbang, sehingga tidak ada diskriminasi.
8.      Asas perikehidupan dalam keseimbangan, yang berarti harus mempertimbangkan segala segi kehidupan manusia, misalnya jasmani rohani, dunia akhirat, individual dan sosial, intelektual, kesehatan, keindahan dan sebagainya.
9.      Asas kesadaran hukum, dalam arti bahwa pendidikan harus sadar dan taat pada peraturan yang berlaku serta menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
10.  Asas kepercayaan pada diri sendiri, yang berarti bahwa pendidik dan peserta didik harus memiliki kepercayaan diri sehingga tidak ragu dan setengah-setengah dalam melaksanakan pendidikan.
11.  Asas efisiensi dan efektifitas, yang berarti dalam pendidikan dituntut kehematan dan hasil guna yang tinggi.
12.  Asas mobilitas, dalam arti bahwa dalam pendidikan harus ditumbuhkan keaktifan, kreativitas, inisiatif, ketrampilan, kelincahan, dan sebagainya.
13.  Asas fleksibilitas, dalam arti bahwa dalam pendidikan harus diciptakan keluwesan (fleksibel) baik dalam materi maupun caranya, sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat.
14.  Asas Bhineka Tunggal Ika.
15.  Asas kemandirian dalam belajar, menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator.
16.  Asas tanggung jawab, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.








BAB III
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A.  Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakungya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mehluk hidup lainnya. Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik scara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Jadi, lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
B.  Jenis – jenis dan Lingkungan Pendidikan

1.        Lingkungan Keluarga
Dilihat dari segi pendidikan keluarga merupakan suatu kesatuan hidup (sistem sosial)  dan keluarga menyediakan situasi belajar sedangkan yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung kepada orang tua baik kerena keadaan jasmaninya maupun kemampuan kemampuan intelektual , sosial dan moral . Sumbangan keluarga bagi pendidikan anak adalah :
A.    Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara mengurus diri , seperti : Cara makan , cara buang air, berbicara , berjalan , berdoa , sungguh-sungguh membekas dan diri anak , karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi .
B.     Sikap orang tua sangat mempengaruhi anak . Sikap menerima atau menolak , sikap kasih sayang atau acuh tak acuh , sikap sabar atau tergesah-gesah , sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi emosional anak .
Sangat wacar dan logis tanggung jawab pendidikan terletak ditangan orang tua dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain , karena ia adalah darah dagingnya , terkecuali ,berbagai keterbatasan orang tua ini . Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain
1.      Memelihara dan membesarkannya , tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan , karena si anak memerlukan makan , minuman dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan .
2.      Melindungi dan menjamin kesehatannya , baik secara jasmani dan rohani , dan berbagai gangguan penyakit atau bahawa lingkungan yang dapat membahayakan dirinya .
3.      Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak , sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain .
4.      Membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama dengan ketentuan ALLAH SWT , sebagai tujuan akhir hidup muslim
2.     Kerja sama antara keluarga dengan sekolah
Didalam UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 10 ayat 4 dinyatakan : Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama , nilai budaya , nilai moral dan keterampilan .
Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya , yaitu dengan memperhatikan pengalaman – pengalamannya dan menghargai segala usahanya . begitu juga orang tua harus menunjukan kerja samanya dalam mengarahkan cara anak untuk belajar dirumah , membuat pekerjaan rumahnya , tidak disita waktu anak dengan mengerjakan  pekerjaan rumah tangga, orang tua harus memotivasi dan membimbing anan dalam ,belajar .
Pada dasarnya cukup banyak cara yang ditempuh untuk menjalin kerja sama antara keluarga dengan sekolah :
1.      Adanya kunjungan kerumah anak didik
a.       Melahirkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya selalu memperhatikan dan mengawasinya
b.      Memberi kesempatan pada si pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara analk didik belajar ,  latar belakang didiknya , dan tentang masalah –masalah yang dihadapinya dalam keluarga
c.       Pendidik berkesempatan untuk memberikan penerangan kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik , cara-cara menghadapi masalah-masalah yang sedang dihadapi anaknya dan sebagainya .
d.      Hubungan antara orang tua dengan sekolah akan bertambah erat .
e.       Dapat memberikan motivasi kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerja sama dalam upaya memajukan pendidikan anaknya
f.       Pendidikan mempunyai kesempatan interview mengenai berbagai macam keadaan atau kejadian tentang sesuatu yang ingin diketahui
g.      Terjadinya komunikasi dan saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta saling memberi petunjuk antara guru dan orang tua .
2        Diundangnya orang tua kesekolah
Kalau ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah yang memungkinkan untuk dihadiri oleh orang tua , maka akan positif sekali artinya bila orang tua diundang kesekolah .
3.      Case Conference
Merupakan rapat atau konferensi tentang kasus . biasanya digunakan dalam bimbingan konseling . Seperti konferensi ialah orang yang betul-betul ikut berbicara masalah anak didik secara terbuka dan sukarela , seperti orang tua anak didik , guru-guru, petugas bimbingan yang lain , dan para ahli yang ada sangkut pautnya dengan bimbingan yang lain , seperti Social Worker dan sebagainya .
Konferensi tersebut bertujuan untuk mencari jalan yang paling tepat , agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik . Biasanya hasil konferensi akan lebih baik dari data dikumpulkan oleh beberapa orang , serta interprestasi , analisa , penentuan , diagonosa , suatu masalah dilakukan dengan sistem musyawarah mufakat .
4.      Badan Pembantu Sekolah
Badan pembantu sekolah maksudnya , ialah organisasi orang tua murid atau wali murid dan guru . Merupakan kerja sama yang paling terorganisir antara sekolah atau guru dengan orang tua murid . sampai sekarang , organisasi ini telah beberapa kali mengalami perubahan nama , karena disesuaikan dengan perkembangan situasi pendidikan masyarakat pada mulanya organisai ini bernama perkembangan orang tua murid dan guru (POMG) kemudian berubah menjadi persatuan orang tua murid (POMG) dan sekarang masih ada badan pembantu penyelenggaraan pendidikan (BP3)
5.      Mengadakan surat Menyurat Antara Sekolah dan Keluarga
Surat ini diperlukan terutama waktu yang sangat diperlukan bagi pebaikan pendidikan anak didik , seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat , sering membolos , sering berbuat keributan , dan sebagainya .
Surat menyurat ini juga sebenarnya sangat baik bila dilakukan oleh orang tua kepada guru atau langsung ke Kepala sekolah /madrasah untuk memantau keadaan anaknya disekolah .
6.      Adanya Daftar Nilai atau Raport
Raport yang biasanya diberikan setiap catur wulan kepada para murid ini dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua . Sekolah dapat memberi surat peringatan atau memberi peringatan atau meminta bantuan orang tua bila hasil raport anaknya kurang baik atau sebalikya , jika anaknya mempunyai keistimewaan dalam suatu mata pelajaran , agar dapat lebih giat mengembangkan bakatnya atau minimal mampu mempertahankan apa yang sudah diraihnya .
Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjalin kerja sama antara sekolah dengan keluarga . Semua bentuk kerja sama tersebut sangat besar manfaatnya dan artinya dalam memajukan pendidikan sekolah pada umumnya , dan anak didik pada khusnya .
C.  Hubungan Masyarakat Dengan Sekolah
Masyarakat yang biasanya disebut dengan Community Atau Society , diartikan sebagai : A Community is a groups that in habits a locality “ Menurut pengertian ini masyarakat adalah satu kelompok atau sekumpulan kelompok – kelompok yang mendiami suatu daerah .
Istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang hidup bersama disuatu wilayah dengan tata cara berpikir dan bertindak yang (relative) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai satu kesatuan (kelompok).
Demikian pengertian tentang masyarakat yang diberikan para ahli , meskipun banyak pengertian lain, tapi pada dasarnya tidak terlalu banyak berbeda . Yang jelas masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama mansia , dimana didalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial , proses antar hubungaan dan antaraksi .
Secara kuantitatif dan kualitatif anggota masyarakat , terdiri dari berbagai ragam pendidikan , profesi , keahlian , suku bangsa , kebudayaan , agama , sosial sehingga menjadi masyarakat yang majemuk .
Dilihat dari konsep pendidikan , masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan ber bagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada pendidikan tinggi . Sementara itu , dilihat dari lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan  berencana kepada seluruh anggotanya , tetapi tidk sistematis.
Antara masyarakat dengan pendidikan punya keterkaitan dan saling berperan . Apalagi dalam Zaman sekarang ini , setiap orang selalu menyadari akan peranan dan nilai pendidikan . Karenanya setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpastisipasi untuk membina pendidikan .
Mohamad Noor Syam , dalam bukunya Filsafat pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila , mengemukakan bahwa masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif , bahkan seperti telur dengan ayam . Masyarakat maju karena pendidikan , dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula.
Sementara itu , Sanafiah Faisal ,mengemukakan bahwa hubungan antara sekolah (pendidikan ) dan masyarakat paling tidak , bisa dilihat dari dua segi Yaitu :
1.      Sekolah sebagai patner masyarakat didalam didalam melaksanakan fungsi pendidikan .Dalam konteks ini , berarti keduanya yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai pusat-pusat pendidikan yang potensial , dan mempunyai hubungan yang fungsional .
a.       Fungsi pendidikan disekolah , sedikit banyak dipengaruhi pula oleh corak pengalaman seorang dilingkungan masyarakat .
Pengalaman diberbagai macam kelompok pergaulan didalam masyarakat , jenis bacaan , tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya ditengah masyarakat , kesemuanya membawa pengaruh terhadap fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah terhadap diri seseorang . Kondusif tidaknya dan positif tidaknya pengalaman seseorang dilingkungan masyarakat ,tidak dpat dielakan pengaruhnya terhadap sistem pendidikan .
b.      Fungsi pendidikan disekolah , sedikit banyak akan dipengaruhi oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar dimsyarakat .
Kekayaan sumber-sumber belajar ditengah masyarakat seperti adanya perpustakaan umum , adanya museum , adanya kebun binatang , adanya peredaran Koran , dan majalah serta sumber – sumber belajar lainya . disamping berfungsi sebagai medium pendidikan bagi masyarakat luas .
2.      Sekolah sebagai Prosedur yang melayani pesan-pesan pendidikan dari masyarakat lingkungannya .
Berdasarkan hal , ini berarti antara masyarakat dengan sekolah memiliki ikatan hubungan rasional berdasarkan kepentingan dikedua belah pihak . Berkenaan dengan sudut pandang tersebut , berikut ini dideskripsikan tentang hubungan rasional dikmaksud yaitu  :
a.       Sebagai lembaga layanan terhadap kebutuhan terhadap layanan pendidikan masyarakatnya , maka sekolah sudah tentu membawa konsekuensi- konsekuensi konseptual dan teknisi , sehingga berkesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa-apa yang dibutuhkan masyaraktnya Dalam hal pengertian masyarakat termasuk didalamnya , komponen – komponen lainnya dimasyarakat .
b.      Akurasi sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga atau organisai persekolahan , akan ditentukan pula oleh kejelasan formulasi kontrak antara sekolah (selaku pelayan ) dengan masyarakat selaku pemesan .
Rumusan-rumusan umum tentang kebutuhan dan cita-cita pendidikan yang diinginkan masyarakat , sudah tentu memerlukan operasionalisasi dan spesifikasi , sehingga memungkinkan pengukuran terhadap terpenuhi tidaknya fungsi layanan sekolah sebagaimana yang dibebankan oleh masyarakat , dalam hal inilah diperlukan pendekatan komprehensif , dalam pengembangan program dan kurikulum untuk masing – masing jenis dan jenjang persekolahan yang diperlukan .
c.       Penunaian fungsi sekolah sebagai pihak yang dikontrak untuk melayani pesanan –pesanan pendidikan oleh masyarakatnya , sedikit banyak akan dipengaruhi oleh ikatan-ikatan obyektif dimaksud bisa berupa perhatian , penghargaan dan topangan-topangan tertentu seperti dana . fasilitas dan jaminan-jaminan obyektif lainnya , yang memberikan makna penting terhadap eksitensi dan persekolahan . Hubungan antara sekolah dan masyarakat yang mengontraknya , kalau tidak disertai dengan jaminan-jaminan atau ikatan-ikatan sebagaimana layaknya .
D.  PERAN MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN
Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu , bahwa masyarakat yang merupakan lembaga ketiga sebagai lembaga pendidikan , dalam konteks penyelenggaraan pendidikan itu sendiri besar sekali perannya . Bagaimana kemajuan dan keberadaan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada tanpa dukungan  dan partisipasi masyarakat  , jangan duiharapkan pendidikan dapat berkembang dan tumbuh sebagaimana yang diharapkan .
Oleh karena itu , sebagai salah satu lingkungan terjadinya kegiatan pendidikan masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap berlangsungnya segala aktivits yang menyangkut masalah pendidikan . Apalagi bila diliaht dari materi yang digarap . Untuk itu bahan apa yang akan diberikan kepada anak didik sebagai generasi tadi harusnya disesuaikan dengan keadaan dan tuntutan masyarakat dimana kegiatan pendidikan berlangsung.
Berikut ini adalah beberapa peran dari masyarakat terhadap pendidikan (sekolah )
1.      Masyarakat berperan ikut serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah .
2.      Masyarakat berperan dan mengawasi pendidikan agar sekolah tetap mambantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat .
3.      Masyarakat yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung –gedung musem , perpusatakaan , panggung-panggung kesenian , kebun binatamg, dan sebagainya .
4.      Masyarakat yang menyediakan berbagai sember untuk sekolah . Mereka dapat diundang kesekolah untuk memberikan keterangan dan mengetahui segala masalah – masalah yang dihadapi anak didik yang terdapat dimasyarakat, seperti petani, peternak, saudagar, police, dokter, dan sebagainya .
5.      Masyaraktla sebagi sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar .
Disampin buku, pelajaran masyarakat memberi bahan pelajaran yang banyak sekali, antara lain seperti aspek alami industry, perumahan, transport, perkebunan, pertambangan dan sebagainya.
Dengan demikian jelas sekali bahwa peran masyarakat sangatlah besar terhadap pendidikan sekolah. untuk itu sekolah perlu memanfaatkan sebaik-baiknya, paling tidak bahwa pedidikan arus dapat mempergunakan sumber-sumber pengetahuan yang ada dimasyarakat, Karena :
1.         Dengan melihat apa yang terjadi dimasyarakat anak didik akan mendapatkan pengalman langsung .
2.         Pendidikan membina anak-anak yang berasal dari masyarakat , dan akan kembali kemasyarakat.
3.         Dimasyarakat banyak sumber pengetahuan yang mungkin guru sendiri belum memngetahuiinya.
4.         Kentaan menunjukan , nahwa masrakat membutuhksn orang-orang orang-orang yang terdidik dan anak didik pun membutuhkan masyarakat.






BAB IV

SEJARAH PENDIDIKAN

 

A.  Pandangan Umum Tentang Politik Dan Penyelenggaraan Pendidikan Kolonial

Bangsa portugis memperlihatkan semangat  yang tinggi  untuk kolonisasi dan misi. Berlainan dengan orang Belanda, mereka lebih inggin untuk menyebarkan agama, bahasa, daan kebudayaan mereka dikalangan In donesia. Berkanan dengan bahasa mereka, orang portugis mencapai lebih banyak dalam beberapa decade dari pada orang belanda dalm beberapa abad. Agama katolik segera diterimah. Dibeberapa pulau dibagian Timur Indonesia akan tetapai pada zaman Belanda ada yang kembali keagama Islam. Bahasa portugis mempertahankan kedudukannya selama dua abad setelah mereka diusir dari kepuluan Indonesia.

VOC, sekalipun suatu perkumpulan dagang, melibatkan diri dalam kegiatan misi terutama diwilayah-wilayah dimana orang Portugis terlah menyebarkan agama Katolik.Orang belanda berhasil meniadakan  agaman Katolik dipulau ini, akan tetapi tidak ada minat untuk menarik orang Indonesia lainnya, khususnya orang Islam, kedalam agama mereka. Di Jawa mereka tidak langsung mencampuri soal rakyat biasa dan merasa puas dengan pemerintahan tak langsung melalui raja masing-masing. Sekolah yang didirikan oleh VOC juga tidak berkembang menjadi system pendidikan yang lengkap, akan tetapi tatap bersifat elementer dan bercirikan agama. Diskriminasi rasial tampaknya tidak menimbukan masalah  pendididikan selama periode VOC karena sedikitnya jumlah anak Belanda. Lagi pula sekolah kebanyakan diselenggarakan dalam bahasa Melayu dan Portugis hingga batas tertentu meniadakn perbedaan antara orang Belanda dan Indonesi. Setelah permulaan yang aktif, perkembangan pendidikan hamper lenyap sewaktu VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Pendidikan selama masa colonial tidk berkembang menurut garis yang kontinu akan tetapi menunjukkan suatu kekosongan pada permulaan abad ke-18. Pemerintaha baru yang menggantikan VOC harus mulai dari mulanya.

Selama setengah abad pertama pada abad ke-18 pendidikan hanya disediakan untuk anak-anak  Belanda. Terutama anak Indo-Belanda agar antra lain memberikan kan kepada mereka kesadaran akan kebangsaannya sebagai seorang Belanda. Pada akhir abad itu  tercapailah taraf pendidikan universal bagi anak-anak mereka dengan kesempatan memasuki pendidkan tinggi dinegri Belanda. Sebebaliknya, hamper tak satupun dilakukan bagi anak indinesia hamper setengah abad pertama walupun maksud-maksud baik dinyatakan dalaam berbagai peraturan. Sistem tanam paksa, suatu metode eksploitasi besar-besaran, akhirnya mendorong Belanda memberikan pendidikan pada anak-anak Indonesia, terutama bvagi golongan atas, untuk mendidik pegawai untuk mengawasi perkebunan pemerintahan. Pendidikan cepat berkembang dibawah Mentri jajahan yang liberal,Fransen van de Putte. Perluasan daerah jajahan dengan pendudukan kepulauan diluar jawa dan perkembangan-perkembangan perusahaan swasta sebagai akibat undangan-undangan Agraria pada THUN 1870, di samping melonjaknya ekonomi, memungkinkan perluasan pendidikan.

Krisis ekonomi tahun 1880-an menyebabkan kemerosotan kemajuan pendidikan, dan bahkan dipertanyakan apakah ada faidah  pendidikan bagi rakyat biasa. Juga disarankan diadakannya perbedaana pendidikan bagi anak aritokrasi dengan anak orang biasa dan menyerahkn pendidikan rakyat banyak kedalam tangan usaha swasta dan misionaris. Bahasa Belanda memperoleh kedudukan yang penting sejak dijadikan sebagai syarat untuk pengangkatan pegawai pemerintahan dan kelanjutan pelajaran.

B.  Sekolah Untuk Anak Indonesia Sebelum Reorganisasi 1892

Sekolah rendah sebelum 1892 sekolah yang sederhana, sering dengan gedung dan fasilitas yang tidak memadai. Murid-murid terutama terdiri atas laki-laki. Setidaknya sampai 1892 jumlah sekolah diluar Jawa melebihi jumlah sekolH di Jawa, akan tetapi sesudah itu lambat laun Jawa menjadi pusat pendidikan.

Sekolah rendah sebelum 1892 diizinkan memperluas programnya  sehingga mendekati rencana pelajaran sekolah guru, kecuali ilmu mendidik. Sekolah rendsh yang semula dimaksud untuk pendidikan anak kaum priyai kemudian kebanyakan dimasuki anak golongan rendah. Krisis ekonomi pada akhir abad ke-19 memaksa Belanda untuk mengadakaan diferensiasi dalam pen didikan anak-anak golongan atas dan golongan rendah. Yang pertama dikenal sebagi Sekolah Kelas Satu dan yang terakhir Sekolah Kelas Dua.

C.  Sekolah Desa (Volksschool)

Sekolah desa adalah perwujudan hasrat pemerintah untuk menyebarkan pendidkan seluas mungkin dengan biaya serendah mungkin dikalangan penduduk untuk meningkatkan  kesejahteraan mereka. Dengan mengikuti prinsip-prinsip sekolah percobaan De Bruyn Prince, sekolah yang direncanakan gubernur jendral Van Heutz ini akan dibangun dan dipelihara oleh masyarakat. Utuk menjamin keberhasilannya pemerintah harus  memberikan bantuan keuangan. Sekolah desa ternyata dapat berkembang menurut ukuran yang tak kunjung tercapai  oleh tipe sekolah lain selama penjajahan Belanda.Sekolah desa menjadi usaha  pendidikan terbesar yang pernah  dijalankan oleh Belanda untuk memberi kesempatan kepada rakyat banyak untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Jumlah murid senantiasa bertambah dan mencapai 1,5 juta murid paada saat pendudukan jepang. Untuk mencegah agar Sekolah Desa menjadi tak popular dan diangap sebagai bentuk pajak, maka tidak diizinkan penggunaan  kekerasan atau paksaan, namun campur tangan pegawai sudah merupakan himbauan halus yang mempunyai efek yang sama dengan perintah. Diragukan apakah Sekolah Desa mengalami perkembangan yang demikian cepat andaikan diserahkan kependuduk desa yang dengan suka rela menyuruh anaaknya kesekolah berdasarkan keputusan sendiri. Angka putus sekolah yang demikian tinggi  pada mulanya sekolah desa didirikan menunjukkan kurngnya mintat penduduk akan lembaga pendidikan yang dipaksakan oleh atasan ini yang tidak merupakan suatu bagian integral dari kehidupan masyarakat.  Juga merupakan paradoks,bahwa rakyat desa yang ekonominya lemah diharuskan mendirikan sekolah yang bermutu rendah,sedangkan golongaan menengah dan atas diberikan pendidikan  yang lebih baik tanpa keharusan mendirikan bangunan sekolahnya.Lagi pula orang desa tidaak diberi kebebasan untuk menentukan kurikulum yang mereka dirikan.

D.  Europese Lagere School (Els)
Guru-guru belanda mengakui kemampan anak-anak Indonesia dalam segala mata pelajaran, sekali pun semua mata pelajaran diselengarakan dalam bahasa Belanda. Anak-anak ini terutama berasal dari kalangan elit Indonesia,sedangkan anak-anak Belanda dataang dari segala lapisan social. Banyaknya yang dibebaskan dari uang sekolah menunjukan bahwa mereka berasal dari golongan ekonomi lemah.
Prestasi akademis anak Indonesia tidak kalah dari anak-nak Belanda seperti nyata dari prestasi lulusanmasuk HBS atau ujian pegawai rendah.
Namun kapasitas intelektual bukan satu-satunya syarat memasuki ELS akan tetapi terutama kedudukan ssosial orangtua. Pada hakikatnya pendidikan selalu dipandang orang Belanda sebagai bahaayaa pontensial bgi minoritas orang Belanda menghadapi oraang Indonesia yang 200 kali lipat jumlahnya. Pendidikan hanya diberika untuk memenuhi kebutuhan akan pegawai pemerintahan dan perusahaan-perusahaan Belanda dalm jumlah yang sangat terbatas. Sambil membatasi pendidikan untuk orang Indonesia, mereka memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak Belanda agar mempertahankan jarak antara penjajah dan yang dijajah dan mempertahankan pekerjaan yang terbaik bagi orang Belanda.Anak Belanda yang menikahi pembantunya mempunyai kesempatan yang lebih besar memasuki ELS dari anak priyai.
ELS menentukan pola ssekolah rendah 7 tahun, yang kemudian diikuti oleh HCS dan HIS, sehingga sekolah-sekolah khusus untuk pribumi seperti Volksschool dan Vervolgschool senantiasa dalam keadaan tidak lengkap dan dengan demikian tidaak memperoleh kesempatan untuk kelanjutan pelajaraan kesekolah menengah. Selama penjajahan Belanda tak kunjung terwujud sekolah  menengah berbahasa Indinesia.
Bagi anak Indonesia sekolah yang bercorak Barat tak mungkin menjadi sekolah umum bagi rakyat, karena akan menjauhkan anaak dari kebudayaannya. Lagi pula mempelajari bahasa Belanda sukar dan menelan waktiu banyk. Kurikulum ELS yang sebagian besar ditetapkan Nederland tak mungkin relevan dengan kebutuhan anak Indonesia. Namun ELS tetap dipertahankan demi kepentinngan segelintir  anak  yang mungkin kembali ketanah airnya.
Berbagai faktor mempengaruhi didirikanya MULO (1) Murid-murid Indonesia yang puluhan ribu jumlahnya  pada sekolah kelas satu tak mungkin dibiarkan begitu saja  tampa member kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya. (2) Berbagai kursus persiapan  bagi calon-caloon pendidikan pegawai, ahli hukum, dokter, dan sebagainya ternyata tidak serasi harus diganti dengan MULO. Sebelumnya hanya lulusan ELS yang diterima untuk berbagaai sekolah latihan itu yang menyebabkan banjirnya anak-anak Indonesia ke ELS. Jadi MULO juga dimaksud untuk membendung “invasi” anak-anak Indonesia ke ELS. MULO didirikan sebagai lambang pendidikan nonrasial.
Dari segi organisasi MUO mempunyai kedudukan yang penting. Dengan adaanya mMULO dan diubahnya Sekolah Kelas Satu menjadi HIS maka bagi ank-anak Indonesia terbuka jembatan untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya. Maka karenanya itu dibukanya MULO merupakan suatu tonggak yang sangat penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Dibukanya AMS sebagai sper struktur MULO merupakan langkah keperguruan tinggi.
MULO akhinya meniadakan ujian pegawai rendah (Klein Ambtenaars Examen). MULO membuka jalan untuk melampaui batasan-batasan social dan merupakan badan yang ampuh untuk melenyapkan dominasi aristokrasi. Maka timbullah elite intelektual baru.
SEJARAH PENDIDIKAN MASYARAKAT
Sejarah pendidikan masyarakat menurut  R.A. SANTOSO dapat dibagi beberapa tahap:
a). Unsur-unsur yang mendahului dan yang menjiwai, dalam hal ini ada beberapa factor yaitu
1.      Adanya paksaan social. Dengan proklamasi kemerdekaan, maka masyarakat bergerak untuk mengadakan perubahan disegala bidang pendidikan.
2.      Adaanya kenyataan bahwa pada masyarakt desa terdapat  jiwa berkorban asalkan  mendapat bimbingan yang tepat dan jujur.
3.      Timbulnya pemikiran baru bahwa masalah pokok kemedekaan tertentu pada pendidikan  artinya revolusi  kemerdekaan harus menimbulkan revolusi dalam jiwa masyaralkat  dimana pendidikan mempunyai peranan penting.
b). Perkembangannya dari tahun ketahun
1.      Adanya cita-cita mendidik masyaraakat yang sejak lama terlihat dan dilaksanakan, baik oleh perorangan, oirganisasi politik maupun lembaga-lembaga. Cita-cita mendidik ini disertai dengan perwujudannya yang nyata.
2.      Sejak saat itu pemerintah selalu mengikuti, dengan dibentiknya baagian pendidikan diindonesia pada tahun 1946, dengan tugas mempelajari pemberantasan buta huruf.








BAB V
ALIRAN PENDIDIKAN

A.  Aliran Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai zaman Yunani kuno, berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya berasal dari dua kawasan ini. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan berbagai cara seperti dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahanya, melalui bacaan buku dan di bawa oleh orang yang pergi belajar ke Eropa atau Amerika dan sebagainya. Penyebaran itu menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan ini pada umumnya menjadi acuan dalam penerapan kebijakan di bidang pendidikan di berbagai negara.
Aliran-aliran ini mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedangkan aliran yang paling optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mangalami perkembangan seiring dengan perkemangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan. Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setia kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. 
Berikut aliran-aliran pendidikan yaitu sebagai berikut:
1. Empirisme Aliran
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksentral dalam perkembangan manusia, dan menyakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan,sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.Tokoh perintisnya adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa“, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan.
Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangn anak. Menurut aliran ini,penddidik sebagai faktor luar memrgang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. 
Misalnya, ketika 2 anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya raya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern, dan ternyata pertumbuhan kedua anak tersebut tidak sama. 
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
2. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan bawaan baik dan buruk.Istilah Nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruhi terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat ,jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Dalam kenyataan sering ditemukan anak mirip orang tuanya(secara fisik)dan anak juga mewarisi bakat-bakat orangtua. Tetapi pembawaan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan,masih banyak faktor lain yang mampengaruhinya. Pandangan konvergensi akan memberikan penjelasan tentang kedua faktor yaitu pambawaan(hereditas) dan dan lingkungan dalam perkembangan anak.Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat suatu “inti“ pribadi (G.Leibnitz;Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, menentukan pilihan kemauan sendiri, dan menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandanga-pandangan tersebut tampak antara lain humanistic psychologi (Carl R.Rogers) ataupun phenomenologi/ humanistik lainnya. 
Pendapat dari pendekatan phenomenologi/humanistik (Milhollan dan Forisha):
1. Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Cart R.Rogers dan Abraham Maslow.
2. Pendekatan ’’Pendekatan Constructs’’ (George A.Kelly)yang menekankan memahami hubungan ’’transaksional’’ antara manusia dan lingkungannya sebagai bekal memahami perilakunya. 
3. Pendekatan ’’Gestalt’’ baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang K) maupun pengembangan selanjutnya (K.Lewin dan F.Perls). 
4. Pendekatan ’’Search for Meaning’’ dengan aplikasinya sebagai Logoterapy dari Victor Franki yang mengungkapkan batapa pentingnya semangat (human spirit) untuk mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi. 
Pendekatan-pendekatan tersebut tetap menekankan betapa pentingnya ’’inti’’ privasi atau jati diri manusia.
3. Aliran Naturalisme 
Tokoh aliran ini adalah J.J.Rousseau seorang filsuf Prancis (1712-1778). Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunya pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. 
Naturalisme memiliki 3 prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin R), yaitu : 
a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. 
b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik kearah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belejar terletak diri anak didik sendiri. 
c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri dengan minat dan perhatiannya. 
Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelejaran yang bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belejar-mengajar.

4. Aliran Konveregensi 
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939),seorang ahli pendidikan Jerman. Aliran ini merupakan kombinasi dari Aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah mamiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pebawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan yang baik akan menjadi baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konferegensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan/bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
Oleh karena itu, teori W. Stern disebut teori konveregensi (konveregen artinya memusat kesatu titik). Jadi, menurut teori konveregensi : 
1. Pendidikan mungkin tidak dilaksanakan. 
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik. 
3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. 
5. Aliran Progresivisme 
Tokoh aliran Progresivisme adalah Jonh Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan,ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya. Aliran ini memandang bahwa peserta didik mampunyai akal dan kecerdasan.
Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika disbanding makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif dan didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya. 
Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga termanivestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah. 

6. Aliran Esensialisme 
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme.Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artimya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagian. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama 4 abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans. Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama adalah Johan Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajar melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kudua adalah Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya perlu ada penyesuaian dengan hokum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran. Tokoh ketiga adalah William T.Harris (1835-1909)yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah menjadikan realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke-satuan spiritual. 
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai esnsial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah turun menurun dari zaman ke zaman sejak zaman Renaisans.
7. Aliran Perenialisme 
Tokoh aliran Perenialisme adalah Plato, Aris Toteles, dan Thomas Aquino. Perenialisme memandangbahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah belajar untauk berpikir. Oleh sebab itu, pesrta didik harus dibiasakan untuk berlatih berpikir sejak dini. Pada awalnya, peserta didik diberi kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan bahasa. 
8. Aliran Konstruktivisme 
Gagasan pokok aliran ini dawali oleh Giambatista Vico, seorang estimolog Italia. Ia dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Konstruksionisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada skruktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas dari subyek yang mengetahui. 
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan interaksi kontinyu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengatahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul Supamo).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan Ekuilibrasi adalah penyesuain kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi). 
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam dari seseorang, melalui pemgalaman yamg diterima lewat panca indera, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan perasa. 
Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dengan seseorang kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembalajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.







BAB VI
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Setiap negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi cita-cita nasional bangsa. Maka dikenallah pendidikan nasional yng didasarkan pada filsafat bangs dan cita-cita nasional.
Pendidikan nasional merupakan pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan sosio kultural, psikologis, ekonomis, dan politis. Pendidikan tersebut ditujukan untuk membentuk kepribadin nasional bangsa.
Nasionalisme dalam pendidikan bertujuan, terutama memelihara dan memuliakan negara. Melalui proses pendidikan, suatu bangsa berusaha untuk mencapai kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, baik dlm bidang ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, dn dlam bidang-bidang kehidupan lainnya. Melalui prosess pendidikan pula, sutu bangsa berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yng direncanakan.
Proses pendidikan yang diselenggarakan dan dilaksanakan suatu bangsa untuk mencpai tujuan-tujuannya, itulah yang disebut dengan sistem pendidikn nasional.
A.  Sistem Pendidikan
Pengertian umum, tentang sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-baginnya diarahkan dari tercapainya tujuan tersebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah sistem yang disebut sebagai sistem pendidikan.
Secara teoritis, suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Komponen-komponen tersebut terdiri dari :
1.         Tujuan
Tujuan disebut juga cita-cita pendidikan yang berfungsi untuk memberikan arah terhadap semua kegitan dalm  proseses pendidikan
2.         Peserta didik
Sebagai objek yang sekaligus sebagai subjek pendidikan. Objek artinya peserta didik tersebut menerima perlakuan, subjek artinya peserta didik sebagai pelaksanaan pendidikan.
3.         Pendidik
Sebagai pembimbing pengaruh, untuk menumbuhkan aktivitas peserta didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan.
4.         Alat pendidikan
Maksudnya adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berfungsi untuk mempercepat tercapainya tujuan pendidikan.
5.         Lingkungan
Sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses pendidikan.
B.  Sistem  Pendidikan Nasional
Maksud sistem pedidikan nasional disini adalah suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas pendidikan dn berkaitan stu dengan lainny untuk mengusahakan tercaapainya tujuan pendidikan nsional dalam hal ini, sisitem pendidikn nasional tersebut merupkan uatu suprasistem, yitu suatu sistem yang besar dan kompleks, yng didalam nya terckup beberapa bagian yang  juga merupakan sistem-sistem.
Satuan  dan kegiatan pendidikan  yang juga merupkan sistem pendidikan yang tersendiri, dan sistem pendidikan tersebut tergabung secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan sistem pendidikan nasional berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan pendidikan dalam satuan-satuan pendidikan  yang ada. Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan tujuan namun  yang hendak dicapai oleh semua  satuan pendidikannya. Meskipun setip satuan pendidikan tersebut mempunyi tujuan sendiri, namun tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga negara. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi : “ Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran “.
Di dalam UU No.20 Tahun 2003 Pasal 5 disebutkan ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; dan ayat (5) setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Dengan ketentuan dan sampai batas umur tertentu, dalam setiap sistem pendidikan nasional biasanya ada kewajiban belajar. Secara umum pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa yang bermartbat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjdi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berikut ini dipaparkan secara ringkas isi dari sistem pendidikan nasional menurut UU Np 20 tahun 2003 :
1.         Jalur pendidikan yang meliputi pendidikan formal, nonformal dan informal.
2.         Jenjang pendidikan formal :
a.         Pendidikan prasekolah meliputi penitipan anak, kelompok bermain, dan  taman kanak-kanak.
b.        Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat.
c.         Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk : SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
d.        Pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.         Jenis-jenis pendidikan meliputi, pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
4.         Pendidikan nonformal berfungsi mengembngkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribdian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapn hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan dan pendidikan lain yang ditujukan pengembangan kemampuan peserta didik.
5.         Pendidikan informal.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Di dalam sistem pendidikan nasional suatu bangsa, seluruh wilayah, budaya dan masyarakat, bangsa dan negara merupakan lingkungan sitem pendidikan nasional.    
Sistem pendidikan nasional memerlukan adanya organisasi dan administrasi pendidikan secara nasional. Organisasi pendidikan adalah unit-unit pendidikan dengan meknisme kerja tertentu yng memberi kemungkinan tercapainy tujuan pendidikan. Administrasi pendidikan adalah pengelolaan pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, dan pengawasan.
C.  Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
Di Indonesia, sistem pendidikan nasional, mengacu pada pasal 31 ayat 2 UUD 1945, yang mengamatkan kepada pemerintah Republik Indonesia untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pembelajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila dibidang pendidikan, maka pendidikan maka pendidikan nasional mengusahakan :
1.         Pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan dapat berdiri sendiri.
2.         Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara indonesia yang berwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh dan mengandung makna terwujudnya kemmpuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham, dan ideologi yang bertentangan dengan pancasila.
Melalui landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Di Indonesia, dalam peraturan garapan pendidikan nasional ada tiga perangkat acuan yang dapat dijadikan rambu-rambu umum bagi   implementasi garapan pendidikan nasional tersebut,yaitu GHBN 1993,UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989,serta beberapa Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang operasionalisasi pendidikan dimaksud.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tersebut disebutkan pula bahwa : “ Pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945 “. Dengan begitu setiap satuan pendidikan yang di selenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dapat di kategorikan sebagai dan masuk dalam satuan sistem pendidikan nasional.
Tujuan Nasional negara kita jelas termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945,yaitu :
1.      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2.      Memajukan kesejahteraan umum
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Sementara itu,tujuan akhir pembangunan bangsa dan negara Indonesia adalah mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang di ridahai Allah SWT.
Bahkan lebih jauh lagi dalam Tap MPR No.II/MPR/1993 tentang GHBN di sebutkan sebagai berikut : ‘ Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berkualitas,mandiri sehingga mampu membangun dirinya  dan masyarakat sekelilingnya,serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional,dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sangat penting untuk memperhatikan dasar dan tujuan dari pendidikan sebab dari sinilah mau kemana si anak didik akan di bawa dan di arahkan.Bahkan,biasanya dasar dan tujuan inilah juga yang merupakan karakteristik pendidikan suatu bangsa,yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain.
Berikut ini akan dikemukan tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia,yaitu:
1.         Rumusan menurut SK Menteri Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan No.104 / Bhg.O tanggal 1 Maret 1946:Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa patriotisme
2.         Menurut UU No.4 Tahun 1950 (UU Pendidikan dan Pengajaran);Tujuan Pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yng cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3.         Menurut Ketetapan  MPRS Nomor II Tahun 1966;Tujuan pendidikan ialah mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab sosialis Indonesia yang adil dan makmur material dan spiritual
4.         Rumusan Tujuan Pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasional Pancasila dengan penetapan Presiden  No.19 Tahun 1965,yng berbunyi sebagai berikut.Tujuan Pendidikan nasional kita,baik yang di selenggarakan oleh pemerintah maupun swasta,dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi,supaya melahirkan warga negara-negara sosialis Indonesia yang susila,yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia,adil dan makmur baik spiritual maupun material dan yang berjiwa pancasila
5.         Rumusan Tujuan pendidikn Menurut Ketetapan MPRS No.XXVII Tahun 1966.Tujuan Pendidikn ialah membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkn ketentuan-ketentuan yang di kehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
6.         Menurut Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GHBN;Tujuan Pendidikannasional ialah pembangunan di bidang pendidikan Pancasila di arahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya,memiliki pengetahuan dan keterampilan,dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab,dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan di sertai budi pekerti luhur,mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
7.         Menurut TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GHBN Bab IV D ( pendidikan );Pendidikan berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkn ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,kecerdasan,keterampilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian,dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
8.         Menurut  Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GHBN;Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila,bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa,kecerdasan dan ketermpilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian,dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
9.         Menurut Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GHBN;Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk peningkatan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,berbudi pekerti luhur,kepribadian,berdisiplin,bekerja keras,tangguh,bertanggung jawab,mandiri,cerdas dan terampil,serta sehat jasmani dan rohani.
10.     Menurut UU Nomor 2 Tahun 989 Tentang sistem Pendidikan Nasional;Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki pengetahuan,kesehatan jasmani dan rohani,kepribadian yang mantap dan mandiri,serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
11.     Menurut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GHBN;Pendidikan Nasional bertujun meningkatkan kualitas manusian  Indonesia,yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berbudi pekerti luhur,berkepribadian,mandiri,maju,tangguh,cerdas,kreatif,terampil,berdisiplin,beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani.
Seiring dengan perkembangan yang terus terjadi,dan adanya upaya memperbaiki sistem pendidikan nasional yang terus di lakukan,maka lahirlah UU No.20 Tahun 2003,sebagai penyempurnaan UU No.2 Tahun 1989.



D.  Warga Negara dan Haknya Memperoleh Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana utama di dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.Tanpa Pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya yang maksimal.Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa di pungkiri,bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara.Berkenaan dengan ini,di dalam UUD’45 Pasal 31 ayat ( 1 ) secara tegas di sebutkan bahwa : “ Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Secara lebih rinci lagi tentang hak warga negara untuk memperoleh pengajaran itu telah di sebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 sebagai berikut :
1)        Setiap warga  negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan ( Pasal 5 )
2)        Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan,kemampuan,dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan,kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar ( Pasal 6 )
3)        Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam satuan pendidikan di selenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin,agama,suku,ras,kedudukan sosial,dan tingkat kemampuan ekonomi serta tidak mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan ( Pasal 7 ).
4)        a. Warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa
b.Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus ( Pasal 8 ).
E.  Pengembangan Kebudayaan dan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional di kehendaki haruslah bersifat fungsional,yaitu berfungsi untuk kepentingan kelembagaan masyarakat menuju perkembangan kehidupan bangsa yang menyangkut pengembangan pribadi pribadi dan watak bangsa.Sebab keduanya ini merupakan kriteria dasar dalam upaya mewujudkan suatu sistem pendidikan nasional.
Secara esensial,pengembangan bangsa tersebut dapat dilihat dan dipahami melalui Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia,sedangkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 merupakan pandangan hidup,kepribadian dan tujuan hidup nasional.Sementara itu,penjabaran secara konstitusionalnya dapat di lihat melalui UUD 1945 dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional.
Pengembangan kebudayaan dapat di artikan secara luas yaitu menyangkut membangun sumber daya manusia dalam mewujudkan cit-cita nasional serta ikut menghadapi segala hambatan,tantangan,rintangan dan gangguan yang ada dan yang mungkin ada,melainkan pendidikan nasional.








BAB VII
PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN SOSIAL

A.  Pembangunan : Masa paradigma awal
Pembangunan sebagai suatu kegiatan nyata dann berencana,  menjadi menonjol sejak selesainya Perang Dunia II. Dengan merdekanya bangsa-bangsa yang tadinya berada di bawah jajahan negara kolonial, maka sejak saat itu pulalah mereka mulai berkesempatan untuk membenahi nasib masing-masing, dalam arti membangun negara dan kehidupan rakyatnya.
Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, dapatlah disebutkan bahwa pembangunan merupakan merupakan usaha yang di lakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf  hidup mereka. Namun, untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus diusahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang di maksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat di terima oleh mereka yang ikut membahasnya.
Dalam membicarakan pembangunan sebagai suatu gejala sosial, maka di kalangan disiplin ilmu-ilmu sosial pun terdapat bermacam-macam pandangan. Disamping disiplin ekonomi, maka pembahasan mengenai pembangunan menonjol muncul pada disiplin-disiplin sosiologi, politik, dan psikologi.
1.    Pandangan psikologi
dari sekian banyak pembahasan mengenai pembangunan di lingkungan disiplin psikologi, ada dua ulasan yang dapat dikatakan menonjol, yakni yang di kemukakan oleh Hagen (1963) dan McCelland (1971). Walaupun telah banyak penulis yang dalam pembahasannya mengemukakan bahwa pembangunan menyangkut perubahan pada diri orang, tapi konsep yang di ajukan oleh dua tokoh ini mencerminkan usaha untuk menyusun suatu teori pembangunan yang berorientasi psikologis yang berpengaruh. Hagen (1962) memulai uraiannya dengan suatu karakterisasi atas sistem-sistem sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat yang masih tradisional, yang menurut pendapatnya merupakan suatu keadaan titik tolak masa pra-pembangunan.
2.    Teori David McCelland
Teori pembangunan yang berorientasi psikologis yang di ajukan oleh McCelland dalam basis tertentu mirip dengan yang di kemukakan oleh Hagen, tetapi berbeda dalam gaya dan fokusnya . McCelland menekankan signifikasi yang utama dari masalah kepribadian dan sosialisasi dari anggota suatu masyarakat yang mau membangun.
3.    Pembangunan sebagai proses belajar
Dengan kompleksnya kehidupan itu sendiri, maka wajarlah bila interpretasi tentang lingkup dan makna pembangunan juga menjadi bervariasi, sesuai dengan latar belakang pengulasnya. Di kalangan ahli bidang nonekonomi, sebenarnya sudah sejak lama terjalin kesepakatan, bahwa pembangunan hendaknya tidak semata-mata sebagai usaha peningkatan kehidupan material saja, melaikansama pentingnya dengan itu, adalah juga bidang nonmaterial kehidupan manusia. Maka timbullah berbagai gagasan yang mnegusulkan dilengkapkannya pengertian pembangunan begitu rupa, agar mencerminkan keseluruhan aspek kehidupan, termasuk di dalamnya yang bersifat non fisik.
Di antara konsep yang mengetengahkan aspek nonfisik dari pembangunan, adalah yang memandang kegiatan ini sebagai suatu proses pengolehan pengetahuan, informasi, keterampilan-keterampilan baru yang di samping merupakan alat, juga sebagai hasil dari proses dari pembangunan bagi mereka yang menjalaninya,
B.  Tujuan Pembangunan
1.    Tujuan Umum Pembangunan
Proyeksi  terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang dapat di bayangkan.
2.      Tujuan khusus pembangunan
Tujuan jangka pendek, biasanya dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Pembangunan memang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pada akhir dekade tahun 90-an muncul pandangan pembangunan dari perspektif pengetahuan. Tinjauan ini disebut “ pengetahuan untuk pembangunan” atau “pembangunan berbasis pengetahuan”. Menurut pandangan ini, pembangunan bukan hanya di tentukan oleh modal, lahan dan tenaga kerja saja, tapi juga oleh suatu faktor kunci yakni pengetahuan. Tanpa pengetahuan yang cukup, peningkatan kehidupan suatu bangsa akan sukar untuk di capai.
Pandangan ini mengawinkan pemahaman mengenai peran teknologi dalam pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan belakangan ini dalam hal bagaimana informasi mempengaruhi pasar, dan mengambil kemungkinan bagaimana agar kaum misin paling mendapat manfaat dari pengetahuan. Hal ini sebagian di dorong oleh trend ekonomi kotemporer seperti revolusi informasi dan eksplosi industri padat informasi. Dengan demikian hendak dijajaki apa saja implikasi pembangunan yang timbul dari pengetahuan dalam pendidikan, kebijakan lingkungan dan finansial terhadap kaum miskin, dan untuk peran pemerintah dan lembaga-lembaga lain.
C.  Teori perubahan sosial
1.    Teori evolusioner
Semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang di lalui oleh semua masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan pertahapan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal menuju tahap perkembangan akhir. Di samping itu, teori-teori evolusioner menyatakan bahwa manakala tahap terakhir telah di capai, maka pada saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.
a.       Aguste comte (1798-1857): tahap yang di lakukan oleh masyarakat : (1) tahap theologis/yang di arahkan oleh niali-nilai supernatural; (2) tahap metafisik?tahap peralihan dimana kepercayaan terhadap unsur adikodrati digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya ;(3) tahap positif/dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang di dukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
b.      Harbert spencer (1820-1903), ia menerapkan konsep “yang terkuatlah yang akan menang” nya Darwin terhadap masyarakat. Ia berpandangan bahwa orang-orang yang malas dan lemah yang akan tersisih. Pandangan ini kemudian di kenal sebagai “Darwinisme Sosial” dan banyak dianut oleh golongan kaya.
c.       Lewis Henry(1818-1881), melihat adanya tujuh tahap teknologi yang dilalui oleh masyarakat, dari tahap perbudakan hingga tahap peradaban.
d.      Karl Marx (1813-1883), sebagaimana halnya dengan para penganut evolusi lainnya, ia melihat adanya serangkaian tahap kompleksitas teknologinya semakin meningkat, dari tahap masyarakat pemburu  primitif ke masyarakat industrialis modern. Setiap tahap memiliki “metode produksi” yang cocok untuk tahap tersebut dan unsur-unsur budaya lainnya diselaraskan dengan cara tersebut.
2.    Teori siklus
Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi meraka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir pada tahap “terakhir” yang sempurna, melainkan beroutar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya.
a.       Oswad spengler(1880-2936), berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.
b.      Pitirim sorokin(1889-1968), ia berpandangan bahwa semua peradaban besar berada pada siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir: (1)kebudayaan ideasional yang didasari oleh nilai-nilai kepercayaan terhadap unsur adikodrati/supernatural;(2) kebudayaan idealistis, dimana kepercayaan terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas yang didasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal;(3) kebudayaan sensasi, dimana sensasi merupakan tolak-ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
c.       Arnold Toynbee(1889-1975),  ia juga menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan dan kematian. Keduapuluh-satu peradaban besar muncul untuk menjawab tantangan tertentu, tetapi semuanya telah punah kecuali peradaban barat, yang dewasa ini beralih menuju tahap kepunahannya.
3.    Teori fungsional dan teori konflik
Baik teori fungsional maupun teori konflik tidak termasuk dalam salah satu teori besar yang di singgung terdahulu. Para penganut teori fungsional menerima perubahan sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan “penjelasan” perubahan di anggap mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah di integrasikan ke dalam kebudayaan. Perubahan yang ternyata bermanfaat (fungsional) diterima dan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) ditolak.
Banyak penganut teori konflik mengikuti pola perubahan evolusionernya Marx, tetapi teori konflik itu sendiri tidak memiliki teori perubahan tersendiri. Teori konflik menilai bahwa yang konstan adalah konflik sosial, bukan perubahan. Perubahan hanyalah akibat dari adanya konflik tersebut.
Beberapa Faktor penentu dan kadar perubahan
a.    Lingkungan fisik
Meskipun perubahan besar dalam lingkungan fisik jarang terjadi, namun bila perubahan seperti itu benra-benar terjadi, maka pengaruhnya sangatlah besar. Gurun pasir afrika utara adalah daerah subur dan dihuni manusia. Perubahan iklim, erosi tanah, perubahan danau yang secara lambat launmenjadi rawa-rawa. Begitu;ah prosesnya hingga pada akhirnya tinggal gurun pasir semata. Walaupun perubahan semacam itu kadangkala terjadi begitu lamasehingga banyak diantaranya tidak diperhatikan, tetapi sangat berpengaruh terhadap kebudayaan.
b.    Perubahan penduduk
Perubahan penduduk itu sendiri merupakan suatu perubahan sosial. Di samping itu, perubahan penduduk juga merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilaman suatu daerah baru telah dipadati penduduk, maka kadar keramah-tamahan pun akan menurun, kelompok sekunder akan bertmabah jumlahnya, struktur kelembagaan akan menjadi lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan yang akan terjadi.
c.    Isolasi dan kontak
Masyarakat yang terletak pada persimpangan jalan lalu-lintas dunia selalu merupakan pusat perubahan. Karena kebanyakan unsur kebudayaan masuk melalui difusi, maka masyarakat yang terdekat hubungannya dengan masyarakat lain cenderung mengalami perubahan tercepat pula.
d.   Struktur sosial
Struktur masyarakat mempengaruhi kadar perubahan masyarakat secara halus dan pengaruhnya tidak dapat dilihat secara langsung. Suatu masyarakat yang memberikan otoritas besar terhadap orang yang sangat tua, seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat China klasik selama beberapa abad, cenderung bersifat konservatif dan stabil.








BAB VIII
INOVASI PENDIDIKAN

A.    Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi Pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau diskaveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistem pendidikan dalam arti luas misalnya sistem pendidikan nasional.
(Mahmud Sani, 2009:160). Inovasi Pendidikan adalah suatu pembaharuan dalam pendidikan baik menyangkut ide, praktek, metode atau obyek dan secara kualitatif berbeda dari hal-hal yang ada sebelumnya dan sengaja di usahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan pendidikan dan memecahkan masalah pendidikan. Dengan demikian inovasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran, ini berarti bahwa inovasi apapun yang tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran tidak patut untuk diadopsi, dan dalam konteks ini peran guru akan sangat menentukan dalam adopsi inovasi pada proses pendidikan atau pembelajaran, oleh karena itu dalam menyikapi suatu inovasi, diperlukan suatu pemahaman yang baik, hal ini dimaksudkan agar inovasi dapat memberi nilai tambah bagi dunia pendidikan.

B.     Sasaran Inovasi Pendidikan
Setelah membahas pengertian inovasi pendidikan, maka berikut ini akan diuraikan tentang sasaran inovasi pendidikan. Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
1.    Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya (Wright, 1987).
2.    Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekuen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3.    Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
4.    Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
5.    Lingkup Sosial Masyarakat
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

C.     Ciri-ciri Inovasi Pendidikan
Ciri-ciri inovasi pendidikan dapat dikenal dengan beberapa identifikasi, namun menurut ashby 1967 ada empat:
1.    Ketika masyarakat/orang tua mulai sibuk dengan peran keluar sehingga tugas pendidikan anak sebagian digeser dari orang tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah.
2.    Terjadi adopsi kata yang ditulis ke instruksi lisan.
3.    Adanya penemuan alat untuk keperluan percetakan yang mengakibatkan ketersediaan buku lebih luas.
4.    Adanya alat elektronika yang bermacam-macam radio, telepon, TV, computer, LCD proyektor, perekan internet, LAN, dsb ).
Jadi dapat dikatakan bahwa antara inovasi pendidikan dengan teknologi pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Inovasi merupakan obyek dan teknologi pendidikan merupakan subyeknya. Dalam inovasi pendidikan butuh SDM dan peralatan yang menunjang inovasi pendidikan, sebaliknya SDM dan alat tidak akan berfungsi tanpa digunakan untuk sasaran/tujuan yang pasti dan bermanfaat dimasa datang.
Inovasi termasuk inovasi pendidikan merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru, atau berupa praktik-praktik tertentu, atau berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu, yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul, memperbaiki suatu keadaan tertentu, atau proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Difusi inovasi pendidikan sering diartikan sebagai penyebarluasan gagasan inovasi pendidikan tersebut malalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat.
Rogers (1983) mengemukakan empat ciri penting yang mempengaruhi difusi inovasi, termasuk inovasi pendidikan, yaitu: esensi inovasi itu sendiri, saluran komunikasi, waktu dan proses penerimaan dan sistem sosial.
a.       Esensi Inovasi Itu Sendiri.
Inovasi termasuk inovasi pendidikan adalah inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktik atau objek/benda yang disadari, dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk di adopsi. Namun demikian, proses adopsi inovasi ini tak datang dengan serentak tiba-tiba. Dalam kaitannya dengan esensi inovasi, paling tidak ada tiga hal yang berkaitan erat, yaitu teknologi, informasi dan pertimbangan ketidakpastian, dan reinovasi. Dalam kadar tertentu, makna inovasi sering identik dengan teknologi yang digunakan.
Kata “teknologi” diartikan sebagai “a design for instrumental action that reduces the uncertainty in the cause effect relationship involved in achieving in desired outcomes” (teknologi adalah suatu desain aksi kegiatan yang ditempuh guna mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat dari hasil yang ingin dicapai). Adanya teknologi, termasuk pemanfaatan teknologi informasi dalam difusi inovasi antara lain untuk menjawab persoalan dalam hal mengurangi ketidakpastian masa depan.
Sebagai ilustrasi mislanya, ketika sekolah menggulirkan program desentralisasi sekolah melalui mekanisme komite sekolah dan peran kepala sekolah dengan semangat manajemen yang bercirikan keterbukaan (transparancy) dan pertanggung jawaban (accountability) dalam mengelola sekolah ke arah raihan mutu pendidikan yang lebih baik.  
b.      Saluran Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses dimana partisipan berbagai informasi untuk mencapai pengertian satu sama lain. Lasswell (1948) menyebut komponen dasar komukasi adalah “who say what, in what channels, to whom and in with what effects”. Komunikasi adalah sesuatu yang berkaitan dengan “siapa mengatakan atau mengemukakan apa, dengan saluran komunikasi apa, kepada siapa, dan dengan dampak apa (hasil yang dicapai)”.
c.      Waktu dan Proses Penerimaan
Waktu merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Proses keputusan inovasi pada hakekatnya adalah suatu proses yang dilalui individu atau kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan untuk menerima atau menolak, implementasi inovasi, dan konfirmasi atas keputusan inovasi yang dipilihnya. Berikut adalah tahapan dari model proses keputusan inovasi, yang dapat dilakukan oleh praktisi pendidikan hingga peserta didik, yaitu:
1)      Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Tahap ini berlangsung apabila individu/kelompok, membuka diri terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi dan peran inovasi tersebut memberi konstribusi perbaikan di masa mendatang.
2)      Tahapan Bujukan (Persuation)
Tahap ini berlangsung manakala individu atau kelompok, mulai membentuk sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi terhadap inovasi.


3)      Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Tahap dimana seseorang atau kelompok melakukan aktifitas yang mengarah kepada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
4)     Tahap Implementasi (Implementation)
Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau kelompok menerapkan atau menggunakan inovasi itu dalam kegiatan organisasinya.
5)      Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap dimana seseorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
d.      Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam tatanan masyarakat, dalam mencari tujuan yang diharapkan (a social system is defined as a set of interrelated units that are engaged in joint problem solving to accomplish a common goal). Beberapa hal yang dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan, antara lain: individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal, tokoh agama, kelompok tertentu dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata baik langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam proses difusi inovasi yang dilakukan.

D.    Prinsip Inovasi Pendidikan
 Peter M. Drucker seorang penulis terkenal dalam bukunya Innovation and Enterpreneurship mengemukakan beberapa prinsip inovasi:
1.   Inovasi memerlukan analisis berbagai kesempatan dan kemungkinan yang terbuka. Artinya suatu inovasi hanya dapat terjadi kalau kita mempunyai kemampuan analisis.
2.   Inovasi sifatnya konseptual dan perseptual, artinya yang bermula dari suatu keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat diterima masyarakat.
3.   Inovasi harus dimulai dengan yang kecil. Tidak semua inovasi dimulai dengan ide-ide yang sangat besar yang tidak terjangkau oleh kehidupan nyata manusia. Dari keinginan yang kecil untuk memperbaiki suatu kndisi atau suatu kebutuhan hidup ternyata kelak mempunya impact yang sangat luas terhadap kehidupan manusia selanjutnya.
4.   Inovasi diarahkan kepada kepemimpinan atau kepeloporan. Inovasi selalu diarahkan bahwa hasilnya akan menjadi suatu pelopor dari suatu perubahan yang diperlukan. Apabila tidak demikian maka intensi suatu inovasi kurang jelas dan tidak memperoleh apresiasi dalam masyarakat

E.     Faktor-Faktor Pemercepat Inovasi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemercepat inovasi dilihat dari internal dan eksternal yaitu :
1.      Faktor Internal
a.      Motivasi Diri
Motivasi diri, seperti ingin maju, ingin berkembang, ingin mencoba, ingin dipuji, ingin bersaing .
b.      Komitmen
Merupakan wujud dari janji kebersamaan akan mempercepat proses inovasi karena setiap yang terlibat didalamnya mertasa bertanggungjawab terhadap isi komitmen yang dibuat bersama.
c.        Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM)
Maksudnya terdapat sumber daya manusia yang baik. Kelompok-kelompok ini akan membawa dampak positif sehingga mampu untuk membujuk pihak-pihak yang masih ragu akan program inovasi .
d.      Melanjutkan Konsep
Artinya di lingkungan sekolah belum ada menjadi menciptakan konsep, sudah ada konsep untuk segera diwujudkan, sudah ada konsep tetapi belum optimal, maka perlu pengoptimalan.
e.        Kepala Sekolah
Mengenai gaya kepemimpinan dan peran sebagai innovator.Gaya kepemimpinan disorot oleh Made Pidarta (2004 : 227) dalam ragam gaya kepemimpinan Pembina / pengembang, yang menekankan efektivitas dan individu bawahannya. Pemimpin ini selalu berusaha untuk mengembangkan potensi setiap bawahannya.
Sedangkan dalam E. Mulyasa (2008 : 119) kepala sekolah sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaruan di sekolah.
2.      Faktor Eksternal
Pujian, Reward atau penghargaan, ini diberikan kepada pihak pemrakarsa atau kelompok yang telah sukses melakukan inovasi. Diharapkan ini akan memacu inovasi-inovasi yang lain.
Tersedianya dana, baik itu dana yang berasal dari komite sekolah, blockgrant atau bantuan langsung dari pemerintah pusat. Inovasi akan berjalan cepat, karena umumnya kegiatan inivasi berbanding lurus dengan biaya.
Peran Komite Sekolah, peran yang dimaksud adalah peran yang nyata. Komite sekolah yang mampu mempercepat inovasi adalah komite sekolah yang mampu menggali dana dan dukungan non material dari berbagai pihak.






BAB IX
PELAKSANAAN INOVASI PENDIDIKAN
A.      Pengertian dan Hakikat Inovasi Pendidikan
Di dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia, Inovasi di artikan pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan,metode, atau alat).
Maksud pengertian Inovasi pendidikan disisni ialah suatu perubahan yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan.
Maksud kata “ baru “ dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru lagi bagi orang lain. Sementara itu, maksud kata “kualitatif” adalah bahwa inovasi tersebut memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan adalah inovasi. Pembaharuan (inovasi) diperlukan bukan saja dalam bidang teknologi, tetap juga di segala bidang termasuk bidang pendidikan.pembaruan pendidikan diterapkan didalam berbagai jenjang pendidikan juga dalam setiap komponen system pendidikan. Sebagai pendidik, kita harus mengetahui dan dapat menerapkan inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses pembelajaran yang kondusif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal. Kemajuan suatu lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan yang rill dari siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak akan meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi di dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan yang ada.


B.       Cara-Cara Pelaksanaan Inovasi
Inovasi pendidikan merupakan perubahan pendidikan yang di dasarkan atas usaha-usaha sadar, terencana, berpola, dalam pendidikan yang bertujuan untuk mengarahkan sesuai dengan kebutuhan yang di hadapi dan tuntutan zamannya. Dalam inovasi pendidikan, gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan oleh cara-cara tradisional yang bersifat komersial.
Di samping sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan dan tuntutan zaman, inovasi pendidikan juga merupakan usaha aktif untuk mempersiapkan diri menghadapi masa datang yang lebih memberikan harapan sesuai dengan cita-cita yang di inginkan. Ada beberapa cara untuk pelaksanaan Inovasi pendidikan diantaranya adalah :
1.                  Otonomi Pendidikan sebagai Langkah Awal
Dalam beberapa tahun belakangan, upaya menuju pembenahan sector pendidikan difokuskan pada penataan kewenangan pusat dan daerah. Daerah perlu memiliki peluang untuk mengembangkan pendidikan sesuai kebutuhan dan potensinya. Sementara itu, pusat mengurus hal- hal yang strategis pada tatanan nasional, yaitu pengembangan kurikulum nasional, bantuan teknis, bantuan dana, monitoring, pembakuan mutu, pendidikan moral dan karakter bangsa, serta peberian kesempatan pendidikan pada kelompok masyarakat kurang beruntung.
Desentrlisasi pendidikan merupakan dampak dari desentralisasi pemerintahan yang merupakan wujud UU No. 22 Tahun 1999. Desentralisasi pendidikan bisa dikatakan langkah awal dari reformasi pendidikan. Sebab, desentralisasi pendidikan merupakan suatu upaya menemukan paradigm baru untuk menemukan falsafah dan system pendidikan nasional. Karena itu, desentralisasi pendidikan harus senantiasa diterapkan dalam kerangka system pendidikan nasional sebagai wahan auntuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi pasar global.
            Desentralisasi pendidikan secara hakiki tidak akan menciptakan suatu disintegrasi dalam system pendidikan nasional. Standard kompetensi pendidikan lulusan diberbagai lembaga daerah dengan daerah lainnya tetap sama, yang berbeda adalah pada implementasi prosesnya, sesuai dengan kondisi dan situasi daerah setempat.
            Desentralisasi pendidikan bukanlah sekedar dekonsentrasi di bidang pendidikan yang kekuasaannya di serahkan pemerintah pusat kepada daerah otonom. Desentralisasi pendidikan berkenaan dengan masalah yang sangat mendasar,yaitu pendidikan adalah milik rakyat, proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari suatu bangsa.
            Pendidikan sebagai proses pembudayaan tidak terlepas dari tuntutan-tuntutan hidup bersama masyarakat yang berbudaya. Meminjam pendapat HAR Tilaar, desentralisasi pendidikan mempunyai dua tuntutan, yaitu akuntabilitas horizontal diartikan bahwa akuntabilitas terhadap masyarakat sebagai pemiliknya dan akuntalibitas vertical didalam hidup bersama sebagai satu bangsa, maka pendidikan juga mempunyai fungsi di dalam pengembangan bangsa Indonesia.
            Dua hal pokok sebagai implementasi desentralisasi pendidikan. Pertama, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Konsep ini secara hakiki adalah pemberian otonomi kepada sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Dalam hal ini sekolah wajib memberdayakan atau melibatkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan rumah tangga sekolah, dengan tetap mengacu pada kerangka kebijakan nasional. MBS dilaksanakan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya sesuai dengan prioritas kebutuhan dan tanggap terhadap kebutuhan setempat. Kedua, pendidikan yang berbasis masyarakat (Community Based Education). Selama ini masyarakat memiliki potensi yang besar untuk untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setempat dengan mengandalkan kekuatan dan sumber daya yang ada di masyarakat.
2.                  Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru
Bangsa dan masyarakat kita sangat membutuhkan para guru yang mampu mengangkat citra pendidikan yang terkesan carut-marut, sehingga muncul kesulitan bagaimana harus di mulai, kapan dan siapa yang memulainya, serta dari mana harus di mulai. Satu hal yang menjadi titik perhatian kita adalah “bagaimana merancang guru masa depan kita”. Guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil  pembelajaran secara optimal. Selanjutnya memiliki kepekaan dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berfikiran maju
3.                  Strategi Pembelajaran
Istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, di pakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks pembelajaran, strategi berarti pola umum perbuatan guru/murid dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, konsep strategi merujuk kepada karakteristik  abstrak rentetan perbuatan murid atau guru di dalam pembelajaran.
J.R David dalam Teaching Strategies for College Class Room (1976), mengemukakan, “A plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal”. Menurut pengertian ini strategi meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang di rencanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Untuk melaksanakan strategi tertentu di perlukan seperangkat metode pengajaran. Suatu program pengajaran yang di selenggarakan oleh guru dalam satu kali tatap muka, biasanya di laksanakan dengan berbagai metode, seperti ceramah, diskusi kelompok, maupun tanya jawab. Keseluruhan metode ini termasuk media pendidikan yang di gunakan untuk menggambarkan strategi pembelajaran.
            Strategi dapat di artikan sebagai a plant of operation achieng something, “rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu”. Sedangkan metode ialah a way in achieving something “cara untuk mencapai sesuatu”. Metode pengajaran termasuk dalam perencanaan kegiatan atau strategi.
            Strategi pembelajaran merupakan rancangan dasar bagi seorang guru tentang cara ia membawakan pengajarannya di kelas secara bertanggung jawab. Strategi pembelajaran adalah hal yang sangat penting bagi seorang guru dalam proses pembelajaran. Paling tidak ada tiga jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran. Mengenai strategi pengajaran menekankan pada media apa yang di pakai untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang di lakukan siswa, dan dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana.
            Strategi pengelolaan menekankan pada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa.

C.      Contoh Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
1.      Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
2.      Pengajaran dengan sitem modul
3.      Proyek Pamong
4.      SMP Terbuka
5.      Kuliah Kerja Nyata (KKN)
6.      Radio Pendidikan
7.      Televisi Pendidikan
8.      Sekolah Unggulan
9.      Proses Pelaksanaan Inovasi Pendidikan














DAFTAR PUSTAKA

Sagala, Syaiful. 2014. Konsep dan Makna Pembelajaran ‘Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar’. Bandung: Alfabeta
Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana
Ihsan, Drs. H Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siswoyo, Dwi. dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Tirtarahardja, Prof. Dr. Umar. & Sulo, Drs. S. L. La. 2005. Pengantar  Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sejarah Pendidikan Indonesia / S.Nasution. , Jakarta : Bumi Aksara, 2001.
Drs. Soelaiman  Joesoel dan Drs. Slamet Santoso. Pengantar pendidikan sosial. Surabaya : usaha nasional, 1981..
Mardiatmadja, B. S. 1984. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Hafid, Anwar dkk. 2014, Bandung, Alfabeta
Horton, B.paul. Sosiologi jilid 2. 1984. Jakarta. Erlangga
Nasution, zulkarimen. Komunikasi pembangunan pengenalan teori dan penerapannya edisi revisi. 2007. Jakarta : raja grafindo persada.
Wahyudin, Din Dan Rudi Susilana.Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran.2006. “Kurikulum Dan Pembelajaran”. Bandung: UPI
Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta
Udin Saefudin Sa’ud, 2008. Inovasi Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta
Hasbullah.2006. Dasar-dasar llmu pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wijaya, Cece dan Djaja Jujuri, A. Tabrani Rusyam (1991) Upaya Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Penerbit PT Remaja Rosdakarya-Bandung.
B.Suryosubroto.1990. Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah Seorang Mahasiswa PGSD UNIVERSITAS TADULAKO. Sukses d usia Muda adalah IMPIANKU. Sekarang masih dalam tahap Pengembangan Diri Kearah Sikap-sikap yang positif. Saya Kuliah Sambil Kerja Sambil Jalani Bisnis. dengan DOA dan USAHA saya yakin SAYA BISA. keinginanku mencapai kesuksesan saya coba terus-menurus sampai SAYA BISA. Berbekal keyakinan saya akan mengembangkan potensi DIRI SAYA. Apakah dalam Bisnis, Akademik atau apapun itu saya akan coba lakukan untuk menuju puncak itu.